Senin, 28 April 2008

Standarisasi Nama Sih Oke, trus harga gimana? Tanyakan Kenapa

Maraknya jenis Sanse membuat banyak kalangan khawatir akan kelangsungannya. Untuk itu saling berkomunikasi untuk melakukan standarisasi nama Sanse dengan mengacu ke ISS (International Sansevieria Society). Hal ini sangat penting karena untuk kejadian salah nama sering terjadi. Namun hal tersebut ternyata belum bisa dilakukan ke harga Sanse.

Alasan utama dikeranakan Sanse memiliki karakter yang tidak dimiliki individu yang lain sehingga hal ini berpengaruh dan dapat meningkatkan harga jual. Kebebasan dalam harga inilah yang akhirnya membuat perputaran sensevieria semakin meningkat dimana ada beberapa daerah memiliki harga murah dan hal itu bisa terjadi sebaliknya. Diharapkan hal tersebut terjadi selamanya dan membuat popularitas sansevieria bisa berjalan dalam kondisi yang kondusif.

Gold Flame

Kehadiran Sanse jenis Gold Flame memang tak seheboh booming anthurium tetapi sanse jenis ini mulai naik daun. Hal ini dimungkinkan karena warna daunnya yang sangat eksotis apalagi meroset akan menambah keindahan dari sanse jenis ini. Gold flame memiliki keunikan dan keindahan dari warna daunnya yang kuning cerah dikombinasi warna dasar hijau. Dipasar saat ini ada 2 jenis gold flame yaitu lokal dan dari Thailand.

Perbedaan antara lokal dan thailand yaitu kalau jenis lokal mempunyai keunggulan dari segi karakter daun lebih tebal dan kelihatan kokoh. Selain itupula ketahanan dari jenis lokal lebih kuat. Sedangkan untuk jenis dari Thailand karakter daun lebih panjang dari jenis lokal dengan corak daun kuning sedikit tua sehingga kalau dilihat untuk jenis thailand bentuknya menyerupai ekor ayam.

Malawi Midnight

Salah satu jenis Sanse yang mampu tampil cantik yakni Malawi Midnight. Jenis ini menarik yakni dilihat dari sisi daun terasa halus dan warnanya cenderung kelam tanpa sedikitpun ada lapisan bedak dipermukaan daunnya dan sedikit lis putih di pinggiran daunnya. Daun cenderung lebar.

Untuk tingkat peryumbuhannya cenderung meroset. Satu ciri khusus dari malawi adalah ujung daunnya selalu meliuk atau melintir.

Selasa, 22 April 2008

Sansevieria dalam Gel



Dr Darwis Nasution terkagum-kagum ketika melihat sansevieria koleksi Sirisak Boonyakarn. Lidah jin itu ditanam dalam vas transparan berisi air yang tertata rapi di pondok nurseri di Bangkok, Thailand. 'Enak dilihat dan cantik banget,' kata pensiunan dokter spesialis kandungan di RS Cikini itu. Maklum, lazimnya lidah mertua ditanam dalam pot bermedia padat sehingga akar tak terlihat. Ketika itu Darwis langsung terinspirasi untuk menerapkan di Indonesia.

Sepulangnya ke tanahair setahun silam, Darwis langsung membongkar Sansevieria trifasciata laurentii 'superba' yang ditanam dalam media tanah. Akar lidah jin itu kemudian dibersihkan dengan air lalu dipotong sebagian. Selanjutnya superba ditaruh dalam gelas kaca berisikan air. Akar baru muncul seminggu kemudian. 'Sansevieria sama seperti anggota famili Dracaenaceae dan Euphorbiaceae, akarnya mudah tumbuh di air,' kata Lanny Lingga, praktikus tanaman hias di Cisarua, Bogor. Selang sebulan sansevieria tetap dalam kondisi baik, tak ada tanda-tanda busuk.

Gara-gara berhasil pada satu tanaman, akhirnya Darwis menanam sebagian sansevierianya di media air. 'Sansevieria bisa saja ditanam dalam air seperti dracaena dan skindapsus,' kata Deborah Herlina peneliti di Balai Penelitian Tanaman Hias, Cipanas, Jawa Barat. Namun, pertumbuhannya mungkin tak semaksimal yang ditanam dalam media padat pada umumnya.

Hidroponik

Menanam dalam media air itu prinsipnya sama dengan hidroponik. Bercocok tanam hidroponik tanpa menggunakan media tanah, melainkan air atau bahan porous lainnya seperti kerikil, pecahan genteng, pasir kali, gabus putih, atau zat silikat. Elemen dasar yang dibutuhkan tanaman sebenarnya bukanlah tanah, tapi cadangan makanan serta air yang terkandung dalam tanah yang terserap akar. Dengan begitu tanpa tanah pun suatu tanaman dapat tumbuh asalkan diberikan cukup air dan garam-garam zat makanan.

Dari prinsip hidroponik itulah Bunlue Lodwan di Chonburi-2 jam berkendaraan dari Bangkok-terinspirasi untuk menanam sansevieria dalam air. Menurut Lanny air dapat ditanami apa saja kecuali tanaman yang xerophytic membentuk kaudeks seperti sikas dan kaktus. 'Asal cukup oksigen tanaman tetap hidup dan akar bisa bernapas,' kata alumnus Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga itu.

Oleh karena itu air yang digunakan sebagai media untuk menanam sansevieria jumlahnya jangan berlebihan, maksimal sampai leher akar. Selain itu, pastikan air selalu dalam keadaan bersih tak ditumbuhi alga yang menyebabkan oksigen di dalam air berkurang. Caranya ganti air seminggu sekali.

Keuntungan menanam sansevieria dalam air bisa diletakkan di mana saja asalkan terlindung dari sinar matahari. 'Bisa ditaruh di ruang tamu sehingga terlihat cantik,' kata Darwis. Hobiis pun tak perlu takut kotor. Berdasarkan pengalaman Bunlue selama 4 tahun, semua jenis sansevieria dapat ditanam dalam air kecuali rosea grandis.

Mudah

Untuk menopang sansevieria agar tetap berdiri, Bunlue menggunakan batu apung. Sementara Sirisak memakai media jel. Menurut Lanny jel itu media padat yang permukaannya lembap dan beda dengan air. 'Hydrogel mampu menyimpan air 20 kali dari volume keringnya,' kata Lanny. Namun, pada prinsipnya tetap sama, menggunakan hydrogel bertanam tanpa tanah alias hidroponik.

Tahapan menanam sansevieria dalam media air sangat mudah. Pilih sansevieria yang penampilannya bebas penyakit. Bersihkan dari debu dan media sebelumnya dengan air. Lalu potong akar dengan menyisakan sedikit di dekat rimpang. Selanjutnya masukkan lidah mertua ke dalam vas transparan berisikan air. Pastikan hanya akar dengan batang sedikit yang terendam air. Dengan begitu akar masih bisa bernapas. Letakkan sansevieria di tempat teduh.

Ganti air setiap minggu agar terhindar dari alga yang mengakibatkan oksigen berkurang. Untuk nutrisi, Darwis menyemprotkan pupuk daun 3 hari sekali dengan dosis 1 tutup botol pupuk/2 liter air atau sesuai dosis kemasan. Dengan begitu pertumbuhan lebih cepat 1,5 kali lipat dibandingkan yang tidak diberikan pupuk. Lidah jin pun tetap tampil prima dan memikat

Diambil dari Trubus-online.co.id

Kombinasi Putih-Hijau nan Elegan



Sebulan lamanya disembunyikan si empunya, simpanan istimewa itu ketahuan juga. 'Ini jenis langka dan istimewa,' ujar Lirudi Hadi Sunaryo, hobiis dan juri tanaman hias yang melihatnya pertama kali. Paduan tegas corak putih dan hijau membuat sosok sansevieria itu elegan.

Si empunya menaruh sepot sansevieria belum bernama itu di teras belakang rumah yang megah. Di sana lidah jin yang sosoknya mirip masoniana mutasi itu dirawat di antara deretan pot sansevieria-sansevieria eksklusif lain seperti pinguicula, bagamoyensis, pencil, javanica mutasi, dan malawi. 'Sansevieria ini berasal dari kolektor di Thailand. Ia hanya punya 3 tanaman,' ujar Soeroso Soemopawiro, si empunya.

Daun lidah mertua itu memang lain. Bila masoniana kembarannya, berdaun tebal, maka ia lebih tipis. Lurik-lurik yang jadi kekuatan pada masoniana tidak tampak. Sebagai gantinya kombinasi corak putih dan hijau tampak terpisah tegas. Warna putih seakan tumpah di tengah-tengah daun, sedangkan hijau bak dicat kuas pada pinggir daun. Menurut Soeroso, lidah mertua itu tumbuh baik di rumahnya. Baru tiba sebulan sejak pertengahan Februari 2008, sudah keluar daun baru.

Kompatibel

Koleksi sansevieria baru Soeroso yang lain adalah pedang-pedangan yang mirip Sansevieria trifasciata 'hahni splash'. Jenis yang juga belum bernama itu sedikit lain dari ukuran daunnya. Daun lebih panjang dan kecil. Selain itu di antara warna silver dan hijau tipis, corak kuning di daun terkesan sangat kuat.

Yang juga mendatangkan jenis baru adalah Handhi di Tangerang, Provinsi Banten. Pemilik nurseri Rumah Pohon itu beruntung mendapatkan S. schweinfurthii dari negeri Gajah Putih. Jenis itu unik karena 11 daunnya membentuk kipas saat dilihat dari depan. Nah, dari atas lain lagi bentuknya. Lima daun di kiri bertumpuk sejajar, sedangkan sisanya terlihat berundak-undak seperti anak tangga.

Handhi juga memiliki S. cylindrica dengan corak seperti S. kirkii, warna cokelat dengan pola cross banding cokelat tua tipis. 'Saya duga ini silangan cylindrica dan kirkii,' katanya. Betulkah? Gen dengan jumlah kromosom sama asalkan masih dalam satu genus dapat kawin-silang. 'Tapi individu-individu itu harus kompatibel, meski spesiesnya berbeda,' kata Dr Soeratno Hoeman, peneliti dari Badan Tenaga Atom Nasional di Jakarta.

Hibrida

Hadirnya jenis-jenis baru sansevieria memang meramaikan pasar lidah mertua. Aris Andi dan Agung Budi Santoso di Yogyakarta memburu sansevieria baru sampai ke pelosok, bahkan langsung ke negeri Siam. Saat mengunjungi pameran Suan Luang di Thailand akhir 2007, mereka melihat sansevieria daun tebal yang mirip S. sordida. 'Jenis ini agak lain karena warna peraknya lebih kuat,' ujar Aris. Sayang, saat itu si pemilik tak menjualnya. Namun, setelah berburu mereka menemukan kebun asal sansevieria yang di sebut sansevieria katana itu. Kontan ia datangkan 300 seedling katana pada Januari lalu dari negeri Gajah putih itu.

Masih di Jawa Tengah, Soejatno Soebekti juga rajin mengumpulkan jenis baru. Pria yang langganan juara di kontes sansevieria itu memiliki sekitar 100 jenis. Pertengahan Februari 2008, ia mendapat hibrida baru, silangan S. trifasciata dan S. ballyi. Di Indonesia hanya 2 orang yang diketahui mengoleksi. Satu milik nurseri Watu Putih, Yogyakarta dan satunya kini jadi miliknya. Jenis kanlayensis memiliki karakter S. ballyi dari susunan daun yang roset. Sedangkan S. trifasciata mewarisi sifat daun yang agak tipis, tapi tidak silinder.

Soejatno masih punya jenis lain yang juga hasil silangan dari S. trifasciata dan S. ballyi. Silangan ini memang saru dengan sansevieria kanlayensis, hanya saja daunnya roset dan pendek. 'Mungkin jenis induk trifasciata yang dipakai berbeda, makanya hasilnya lain,' ujar Soejatno. Koleksi yang juga turun tanding di kontes sansevieria yang diadakan Trubus awal Maret 2008 itu, terbukti memikat juri. ' Pertama kali lihat, ini pasti silangan baru,' kata Syah Angkasa-salah satu juri kontes dari Trubus.

Karena baru pula, sansevieria S. cylindrica milik Jaka dari Tangerang, menjadi juara di kelas majemuk di kontes Trubus. Bentuk daun dan pola cross bending-nya masih mirip cylindrica, tapi ukurannya pendek. Bahkan ada yang menyebutnya si boncel lantaran mutasi S. cylindrica itu panjang daunnya tak sampai 10 cm. 'Ini masih langka,' tutur Sentot Pramono, juri.

Jika diusut, itu pertama kali ditemukan oleh Edy Sebayang, kolektor di Tangerang, sekitar dua tahun lalu. Yanto, si pemilik pertama mengira sebagai produk gagal dari hasil perbanyakannya. Namun, setelah pindah tangan, si boncel itu malah jadi jawara. Masih dari kontes Trubus, ada varian baru yang juga menyedot perhatian. Black rose, milik Tangerang Sansevieria Club itu berdaun hijau tua dan bertumpuk seperti susunan kelopak mawar.

Saat Trubus berkunjung ke Boen Soediono di Jakarta akhir Januari 2008, ada 8 silangan baru sansevieria yang berhasil dijepret. Hibrida S. cylindrica salah satu yang istimewa. Daunnya sangat tebal, bahkan ada yang menutup seperti silinder. Namun, sebagian besar kanalnya membuka lebar sampai ke ujung. Pola dan warna hijau perak cros bending-nya mirip dengan S. fischeri. Uniknya daun tebal itu tumbuh menjuntai ke segala arah. Nah, para pemburu sansevieria itu seakan tak pernah puas dengan varian tanaman seribu rupa itu.

Diambil dari : TRUBUS-ONLINE.CO.ID

Hitungan Keuntungan Berkebun Sansevieria



Sansevieria tidak hanya diminta pasar lokal, tapi juga pasar luar negeri seperti Korea, Jerman, dan Jepang. Untuk ekspor dibutuhkan volume yang cukup banyak sehingga perlu dikebunkan secara khusus. Jenis yang diminta Korea antara lain Sansevieria cylindrica yang berharga relatif murah. Jenis ini mudah dibudidayakan karena memang bandel. Meski perawatan seadanya ia tumbuh baik dengan tingkat kematian sangat kecil, tidak lebih dari 1%. Hanya saja untuk mencapai ukuran ekspor dengan panjang 40-50 cm dan diameter 2-3 cm butuh waktu 1 tahun dari bibit berukuran 20 cm. Secara ekonomis apakah mengebunkan sansevieria masih menguntungkan?

Diambil : TRUBUS-ONLINE.CO.ID

Selasa, 15 April 2008

TOM GRUMBLEY


Bentuk daun : Bulat meruncing

Ukuran daun : Sebesar jari dengan diameter 1 – 1,5 cm

Warna : Perak dengan garis hijau

Ciri khas : Dau perak dan mengarah ke berbagai arah

Tom Grumbley bukan merupakan barang baru namun popularitasnya tidak kalah dengan sanse jenis lain. Di pasaran harga terus meningkat yakni sekitar Rp. 300 rb sampai dengan 500 ribu tetapi sanse ini sulit sekali untuk diperoleh.

Pertumbuhan harga ini tak lepas dari bentuknya yang eksotis dan spektakuler. Pertumbuhan sanse ini tergolong lama

Kamis, 10 April 2008

Sansevieria Doris Pfennig

Jenis ini merupakan jenis yang atraktif dikarenakan merupakan persilangan dari S. Pinguiculata dan philiphisae. Persilangan ini dilakukan oleh Horst Pfennig yang berasal dari Herford Stedefreund Jerman.

Sansevieria ini memiliki pertumbuhan daun sekitar 4 – 8 daun, panjang mencapai 25 - 30 cm, lebar 12 – 19 mm dengan ketebalan mencapai 15 – 20 mm. Daunnya memiliki sifat yang keras yang mengakibatkan daunnya tidak fleksibel yang mengakibatkan daunnya menekuk. Warna daun hijau gelap tanpa cross bandning dengan tekstur yang halus

Nama Sansevieria ini didedikasikan untuk istri penemu Horst Pfennig yakni Mrs. Doris Pfennig

Minggu, 06 April 2008

Varian Sanse yang Meramaikan Pasar

SANSEVIERIA CORAL BLUE
Sansevieria jenis ini termasuk ke dalam Sansevieria spesies Kirkii dengan nama sub spesies Kirkii Var Kirkii namun dalam bahasa pasarnya orang lebih menyebutnya Corral Blue.

SANSEVIERIA BOLPHO PHYLLOM
Jenis sansevieria ini memiliki harga paling mahal, bisa dibayangkan panjang sekitar 50 cm sansevieria ini sudah mencapai harga Rp. 20 juta. Hal ini dimaklumi karena Sansevieria ini tergolong langka bahkan di Afrika negeri asalnya.

SANSEVIERIA RODIDA
Sansevieria ini daunnya menyerupai kipas. Daun yang dimiliki Sansevieria ini tebal dan membulat dengan warna hijau tua, panjang daun bisa mencapai 1 meter. Harga sansevieria ini mencapai antara 1 juta - 1,5 juta.

SANSEVIERIA ERYTHREAE

Sansevieria ini memiliki bentuk daun silindris membulat, dan merumpun. Semakin banyak daun semakin mahal harga jual untuk sansevieria jenis ini.

SANSEVIERIA KIRKII BROWN

Sansevieria jenis ini disebut pula Kirkii Var Pulchra. Corak warna sanse jenis ini menyerupai tembaga atau kecoklatan dengan kontur daun tebal dan ada garis-garis membujur pada bagian dalam daunnya. Semakin tua dari tanaman ini semakin indah dan menarik tentu saja tanpa meninggalkan segi kekompakan dan kesehatan tanaman itu sendiri.

Kamis, 03 April 2008

Patens Selangit


Patens berbentuk baling-baling dengan warna keemasan itu mempesona. Seluruh batangnya hampir berwarna kuning. Jenis variegata dan bentuk kompak membuat harganya di atas rata-rata, Rp37-juta. Meski panjang daun baru 10-12 cm, tapi penampilannya tak kalah dengan jenis serupa berukuran 15-20 cm

Diambil dari : Trubus-online.co.id

Sansevieria DI Puncak Tahta



Dua puluh kotak styrofoam 40 cm x 30 cm x 6 cm berjajar dalam greenhouse seukuran 2 kali meja pingpong. Di atas kotak terdapat potongan daun patens, downsii, kirkii, dan pinguicula yang dialasi sekam. Begitulah cara Andy Solviano Fajar memperbanyak sansevieria untuk memenuhi tingginya permintaan. Dalam 3 bulan terakhir, ia memasarkan 200 pot terdiri atas 4—5 daun. Dari perniagaan itulah, pekebun di Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah, itu meraup omzet Rp25-juta per bulan.

Dua ratus pot yang terjual terdiri atas 50 pot patens, 75 pot downsii, 25 pot pinguicula, dan 50 pot kirkii. Bibit yang dijual berumur 5—6 bulan, seukuran kunci sepeda motor. ‘Memang masih kecil, sebab baru dipisah sudah langsung dipesan,’ katanya. Konsumennya pedagang di seputaran Solo, Yogyakarta, dan Blitar. Omzet Andy lebih besar jika memperhitungkan penjualan 20 pot ehrenbergii, pinguicula, dan patens dewasa seharga Rp750-ribu—Rp2,5-juta per pot. Pundi-pundi ayah 1 anak itu menebal pada awal tahun karena permintaan bibit melonjak 100% ketimbang penghujung 2007.

Andi memperbanyak sansevieria sejak 1,5 tahun silam. Itu dimulai dari keberaniannya mencacah daun kirkii berukuran 10 cm x 20 cm menjadi 5 cm x 5 cm. Perbanyakan itu sukses. Oleh karena itu ia menerapkannya pada spesies lain seperti patens, downsii, dan rorida yang berdaun tebal. Total jenderal diperoleh 3.500 anakan. Saat wartawan Trubus Nesia Artdiyasa, mampir ke kebunnya pada Februari 2008, bibit yang tersisa hanya pinguicula 75 pot, rorida 35, dan kirkii 40.

Untuk memenuhi tingginya permintaan, Andy menambah indukan baru. Ia membeli malawi 5 daun seharga Rp2-juta dan mencincangnya menjadi 15 potong. Dua desertii masing-masing 2 daun seharga Rp750-ribu dipecah menjadi 15 potong. Jebolan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada itu juga memborong 6 pot patens terdiri atas 7 daun. Tanaman seharga Rp250-ribu—Rp750-ribu itu lalu dicacah menjadi 100. ‘Itu untuk persiapan penjualan 5 bulan ke depan,’ kata pemilik nurseri Sekar Jagad itu.

Rezeki nomplok

Berkah sansevieria pun dirasakan Franky Tjokrosaputro, presiden direktur PT Bumi Teknokultura Unggul, di Jakarta. Selama 11 hari pameran di Trubus Agro Expo 2008 di Parkir Timur Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta Pusat, Franky sukses menjual 200 pot Sansevieria cylindrica ‘patula’ dan S. cylindrica ‘bintang.’ Dengan harga tanaman berukuran 10 cm Rp50.000, ia memperoleh pendapatan minimal Rp10-juta. Itu belum termasuk penjualan masoniana congo dan silver.

Menurut Franky nominal itu tak terduga sebelumnya. Pasalnya, cylindrica yang dikebunkan sejak 2005 untuk pasar ekspor. ‘Saya menyiapkan untuk ekspor pada pertengahan 2008. Ternyata sejak awal tahun pasar lokal bisa menyerap. Itu benar-benar rezeki nomplok,’ kata kelahiran Solo 31 tahun silam itu.

Di Medan, Sumatera Utara, Poppy Anggraeni, pun ketiban rezeki sansevieria. Pemilik nurseri Ivanna itu meraup omzet Rp75-juta selama berpameran di Jakarta pada awal Maret 2008. Itu penjualan 300 pot Sansevieria fischerii, ehrenbergii, gold flame, dan pinguicula. Bedanya, 50% penjualan Poppy berasal dari hasil perbanyakan di halaman rumah. Sisanya didatangkan langsung dari negeri Siam. ‘Yang ukuran 20 cm ke bawah hasil anakan sendiri. Yang besar diimpor,’ kata pengusaha rumah makan itu.

Kian berkibar

Bukan tanpa sebab 3 pekebun itu mendulang rupiah dari si tanaman ular. ‘Tren sansevieria kian menggila,’ kata Purbo Djojokusumo, pemain tanaman hias yang malang melintang selama 15 tahun itu. Mantan dokter di rumah sakit di Jakarta itu merujuk pada peningkatan permintaan lidah mertua yang melonjak 4 kali lipat sejak sebulan terakhir. Sebelumnya Purbo hanya sanggup menjual 10—20 pot per bulan. Pada Februari 2008 ia kelimpungan melayani permintaan 200 pot kirkii brown.

Harga sansevieria pun terus meroket. Sebut saja kirkii brown yang 2—3 bulan lalu hanya Rp100-ribu per daun, kini menjadi Rp250-ribu. Kirkii silver blue berukuran 20 cm yang semula Rp1-juta per daun naik 10 kali lipat Rp10-juta. Pada Januari 2008, bibit patens 4—5 daun ukuran 5 cm dibanderol Rp100-ribu per tanaman di tingkat pekebun. Spesies itu kini beredar dengan kisaran harga Rp175-ribu—Rp220-ribu di tingkat pekebun dan importir. ‘Itu karena permintaan meningkat, tapi stok lambat bertambah,’ kata Edi Sebayang, kolektor di Tangerang.

Menurut Drs Seta Gunawan, ketua paguyuban sansevieria di Yogyakarta, 3 pemicu tren sansevieria sejak 2 bulan terakhir adalah publikasi media, permintaan tinggi, dan pertambahan pemain. Willy Purnawanto SE dari Masyarakat Sansevieria Indonesia (MSI) di Yogyakarta menambahkan alasan lain. ‘Momentum tren yang sangat tepat. Saat tren di Indonesia, komunitas serupa di mancanegara sedang tumbuh,’ katanya. Menurut Willy, tren bersamaan itu membuat komunikasi antarpemain tak terbatas di wilayah domestik. Namun, mendunia mulai Thailand dan Filipina hingga ke Eropa dan Amerika Serikat.

Tren mancanegara

Pendapat Willy itu disepakati Ruangwit di Thailand. Menurutnya tren sansevieria di negeri Gajah Putih itu baru berlangsung setahun. ‘Tren dipicu terbitnya buku sansevieria karya Pramote Rojruangsang tahun lalu,’ kata Ruangwit kepada 2 wartawan Trubus Andretha Helmina dan Nesia Artdiyasa. Ia berburu lidah mertua ke Eropa, Amerika, dan Filipina melalui dunia maya. Hasilnya vernwood, ehrenbergii, koko, kirkii, dan erythraeae.

Menurut Bunlue Lodwan, presiden Thailand Sansevieria Club (TSC), ‘Sejak 6 bulan terakhir permintaan menggila,’ katanya. Bunlue yang sebelumnya meneruskan usaha sang ayah yang mengebunkan adenium banting setir ke sansevieria. Menurutnya lidah mertua itu diburu distributor dan kolektor dari Thailand, Jepang, dan Indonesia. Selama 6 bulan terakhir pria berusia 25 tahun itu meraup omzet hingga 300.000 bath setara Rp75-juta—Rp90-juta.

Permintaan bertubi-tubi itu menyebabkan harga di Thailand pada Maret 2008 naik 50—100% ketimbang Januari 2008. Pemasok Bunlue dari Filipina dan Amerika pun menaikkan harga. Di negeri Arroyo dan Bush itu harga naik hingga 20—30% dibanding 2—3 bulan sebelumnya.

Di Thailand saat ini tercatat 120 nurseri sansevieria. ‘Sebelumnya mereka bermain adenium, aglaonema, puring, atau keladi. Kini mereka serius memperbanyak sansevieria,’ kata Pramote Rojruangsang.

Sebuah komunitas di dunia maya pun menggambarkan tren sansevieria. Sebanyak 600 anggota dari berbagai negara bergabung. Sebut saja Perancis, Jerman, Jepang, Vietnam, India, dan Indonesia. Pada pertengahan 2007 sempat beredar kabar komunitas itu mati suri. Namun, pada penghujung 2007 dan awal 2008, interaksi antarhobiis mancanegara itu bergairah kembali. Dari kontak personal itu laju ekspor-impor antarbenua kerap berlangsung dengan volume beragam.

Pemain baru

Di tanahair juga bermunculan pemain baru. Di Yogyakarta, ada M Burhan, pemilik nurseri Bullion 99. Sejak 4 bulan silam pemilik perusahaan valas itu berburu lidah mertua di seputaran Kota Gudeg. Namun, sejak awal tahun ia mendatangkan 200 pot horwood, robusta, hallii, dan patens dari Filipina. Pada Februari setengah stok yang dimiliknya ludes diburu hobiis. Di Solo ada Boy Olifu Gea; di Wonosobo, Belly Rudianto; dan di Blora, Dedy Dwi P.

Di luar Jawa Tengah dan Yogyakarta pun banyak pemain tanaman hias yang melirik sansevieria. Contohnya Handry Chuhairy di Tangerang. Pemilik nurseri Hans Garden itu semula terkenal dengan adenium, pachypodium, dan aglaonemanya. Belakangan Trubus kerap memergoki manajer pasar swalayan itu berburu sansevieria dan berkompetisi di arena kontes. Di Palu, Sulawesi Tengah ada Yusmangun—kolektor aglaonema dan adenium—yang kepincut kecantikan lidah naga. Menurut Poppy, di Gorontalo, kini terdapat 3—4 nurseri yang mulai menjajakan sansevieria.

Gairah para pemain baru itu semakin terwadahi karena ajang kontes kian sering digelar. ‘Dulu kontes sering digelar, tapi peserta minim. Kini sebulan bisa 2 kali, dengan peserta membeludak,’ kata Sudjianto, juri kontes sansevieria asal Wonosobo, Jawa Tengah. Kontes yang digelar Trubus pada awal Maret 2008 tercatat 86 peserta; di Wonosobo, 110 peserta. Bandingkan dengan peserta kontes pada 2007 yang rata-rata hanya diikuti 30—50 peserta.

Risiko tinggi

Peluang di pasar sansevieria bukannya tanpa risiko. Mamay Komarsana, di Cipanas, Cianjur, hanya bisa mengelus dada saat kebun laurentii untuk ekspor ke Korea musnah diserang penyakit Erwinia sp pada 2003. ‘Modal Rp20-juta raib tak kembali. Saya kapok kebunkan lidah mertua berdaun tipis,’ kata mantan pegawai pabrik kabel itu.

Hamid Mahmud Baraja, eksportir di Malang, Jawa Timur, pun mengeluhkan omzet yang diraup dari pasar ekspor menurun drastis. Ia mencontohkan harga laurentii yang semula Rp20.000 merosot menjadi Rp10.000 per tanaman. Menurut Hamid, gempuran penyakit sulit diatasi, sehingga biaya produksi melambung. ‘Lebih besar pasak daripada tiang,’ ujarnya.

Di Puncak, Bogor, ada Samsudin, yang kebingungan melepas 1.000 superba. ‘Saya pikir jenis ini bakal diburu pascalaurentii, ternyata tak ada yang mau,’ kata pria berkacamata itu. Lantaran tak laku, superba itu dibiarkan tak terawat. Belakangan Samsudin memusnahkan 3.000 superba, hahnii, dan laurentii yang terserang bakteri.

Sejatinya, tak hanya lidah mertua berdaun tipis yang berisiko tinggi. Menurut Andy banyak pekebun di Solo yang mencacah daun kirkii, giant, dan rorida, gagal. Ketiganya termasuk lidah jin berdaun tebal. ‘Bagi yang belum berpengalaman, tingkat kematian tinggi. Bisa di atas 60%,’ katanya. Itulah sebabnya banyak pekebun yang Trubus sambangi takut mencacah daun si lidah naga.

Peluang ekspor

Namun, jika berbagai hambatan teratasi, pasar menanti pasokan sansevieria. Tak melulu pasar domestik yang terbuka, tapi juga ekspor. Franky Tjokrosaputro, mendapat permintaan 3—5 kontainer Sansevieria cylindrica ‘patula’ per bulan dari Belanda pada awal tahun ini. Satu kontainer 40 feet menampung 20.000—30.000 pot patula berukuran 40—50 cm. Permintaan dengan volume setara muncul dari 3—4 pembeli di Korea dan Jepang. ‘Dua negara yang disebut terakhir baru penjajakan,’ katanya.

Franky akan memenuhi permintaan itu pada Juni—Juli 2008. ‘Stok patula di kebun kita baru 100.000 tanaman. Kami masih menunggu panen plasma di Tangerang dan Kebumen,’ katanya. Franky bermitra dengan pekebun di Kebumen dan Tangerang. Kepada mereka, ia memberikan masing-masing 20.000 bibit dan 10.000 bibit. Targetnya 1-juta tanaman per tahun pada 2009—2010 dari lahan 5 ha dan para plasma.

Benarkah peluang ekspor itu realistis? Menurut Hamid peluang ekspor segala macam tanaman hias—termasuk sansevieria—terbentang luas. ‘Asal sanggup memasok rutin 3 kontainer per bulan, negara-negara di Eropa siap menampung,’ kata mantan pengusaha pasta gigi itu. Setelah mengirim sampel, Korea Selatan minta pasokan 3 kontainer Australia black sword . Kini ia baru mengebunkan jenis itu itu di lahan 1 ha.

Menurut Hamid, pekebun yang membidik pasar ekspor mesti siap menjual dengan harga partai. ‘Biasanya harga lebih rendah, tapi volume tinggi. Sistem kerjanya sudah skala komersial seperti di pabrik-pabrik,’ ujarnya.

Prediksi

Sampai kapan pasar sanggup menyerap sansevieria? Iwan Hendrayanta, ketua Perhimpunan Florikultura Indonesia, menyebutkan tren sansevieria bakal langgeng di tanahair. ‘Sansevieria sudah diterima masyarakat Indonesia,’ katanya. Menurut Iwan grafik tren sansevieria seperti gelombang transversal (naik dan turun, tapi sebetulnya ajek, red). Oleh karena itu sansevieria berpeluang sebagai tanaman sela. Saat tanaman hias lain booming, sansevieria seolah turun. Namun, begitu komoditas itu mulai turun, maka sansevieria berperan sebagai tanaman alternatif yang diburu.

Purbo menuturkan pada triwulan ketiga 2008, sansevieria bakal menjadi tanaman yang paling diburu di seluruh dunia. ‘Masa itu sansevieria seperti di puncak takhta. Harga bisa meroket 20 kali lipat karena pemintaan dan ketersediaan tak seimbang,’ katanya. Namun, ia memberi peringatan tren harga bisa terjun bebas pada triwulan ketiga 2009. Musababnya, pekebun di Thailand mulai getol memperbanyak sansevieria.

Pekebun Thailand sudah berhasil memperbanyak sansevieria dengan teknik cacah yang lebih unggul. ‘Tingkat keberhasilan mereka mencapai 100%. Pekebun di Indonesia paling 50%,’ ujar Purbo. Dipastikan, dalam 2 tahun hasil perbanyakan itu siap membanjiri pasar Indonesia.

Edi Sebayang memprediksi tren sansevieria bakal lebih panjang ketimbang adenium yang telah berlangsung 8 tahun. Itu karena perbanyakan dan pertumbuhan lidah jin lebih lambat, tapi berlimpah spesies dan varian. Lantaran itu, Edi mendatangkan 400 patens berumur 1 tahun dari Filipina. Hamparan patens itu kini bisa dilihat di halaman rumahnya.

Soeroso Soemopawiro juga sangat yakin, umur sansevieria bakal panjang karena merujuk ke Negeri Matahari. Menurutnya gembar-gembor sansevieria sebagai antipolutan membuat pemerintah Jepang menganjurkan warganya memelihara lidah naga di setiap rumah. Minat serupa bukan tak mungkin berlaku di tanahair.

Optimisme itulah yang kini dirasakan Andy, Franky, dan Poppy. Bagi mereka perbanyakan satu-satunya jalan meraup untung. ‘Thailand sanggup menjual tanaman dengan harga realistis, kenapa kita tak bisa,’ kata Andy. Bagi Franky harga ekspor yang tak sebaik lokal disiasati dengan peningkatan volume dan pemilihan jenis bandel.

Diambil dari : Trubus-online.co.id