Jumat, 01 Februari 2008

Sanse Varigata

Hampir seluruh daun Sansevieria caulescens koleksi Edi Sebayang itu berwarna putih. Hanya beberapa daun yang bersemburat hijau. Padahal, lazimnya hijau polos. Pantas hobiis lidah mertua di Tangerang itu rela merogoh kocek Rp40-juta untuk memboyong tanaman asal negeri Paman Sam itu.

Aneh, itulah alasan yang meluluhkan hati Edi sehingga tak berpikir panjang untuk memesan Sansevieria caulescens variegata asal Florida, Amerika Serikat. Lidah mertua variegata lain yang dipesan adalah Sansevieria pearsonii. Seperti yang pertama, hampir seluruh daunnya berwarna putih kekuningan. Harganya pun tak kalah fantastis, Rp36-juta.

Nun di Yogyakarta, ada Aris Andi yang juga keranjingan mengoleksi sansevieria variegata. Salah satu koleksinya yang paling eksklusif Sansevieria masoniana variegata. Lidah mertua berdaun lebar itu didominasi warna kuning cerah. Bahkan, salah satu daun berwarna kuning polos. Sama 'gila'-nya dengan Edi, Aris tak segan menggelontorkan Rp30-juta demi sepot sansevieria belang.

Sulit

Edi dan Aris hanya segelintir orang yang menggilai lidah jin abnormal. Buktinya pada ajang kontes sansevieria di Yogyakarta pada awal Desember 2007, kelas unik warna dibanjiri peserta. Kelas ini mewadahi peserta yang memiliki koleksi sansevieria variegata dan mutasi warna daun lainnya. Tercatat 11 peserta terjun di kelas itu. Begitu juga di kontes yang diselenggarakan di Surabaya, 32 peserta beradu unik untuk merebut gelar juara.

Di kalangan hobiis sansevieria, variegata memang selalu menjadi incaran. Maklum, kemungkinan untuk menghasilkan ketidaklaziman itu sulit. Apalagi bila diperoleh dari hasil reproduksi generatif. 'Dari sejuta tanaman paling hanya satu yang variegata,' ujar Benny Tjia, PhD, doktor hortikultura dari Universitas Florida, Amerika Serikat. Itulah sebabnya tanaman variegata langka dan harganya selangit.

Maka memiliki sansevieria variegata ibarat sebuah berkah. Itu dialami dr Purbo Djojokusumo, hobiis sansevieria di Jakarta. Sansevieria halii berkadar variegata 30-60% miliknya dibeli dengan harga US$1.000 atau setara Rp9,4-juta per daun oleh pembeli asal Jepang. Tinggi daun sekitar 30 cm. Padahal, harga halii normal ukuran 10 cm yang baru diimpor dari Panama cuma Rp500.000/daun. Artinya, nilainya terdongkrak hingga 6 kali lipat.

Menurut Dr Soeranto Hoeman, peneliti Bidang Pertanian Kelompok Pemuliaan Tanaman Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), variegata disebabkan mutasi pada gen kloroplas yang terdapat di dalam sitoplasma. Itulah sebabnya kelainan itu juga disebut extranuclear mutation alias mutasi di luar inti sel. Mutasi itu menyebabkan kerusakan gen mutan sehingga mengganggu produksi klorofil yang berperan dalam fotosintesis. Tandanya muncul belang hijau-kuning di daun.

Mutasi itu menyebabkan berkurangnya jumlah grana yang mengandung klorofil. Grana berperan menyerap sinar matahari yang diperlukan untuk fotosintesis. Namun, karena jumlah grana pada tanaman variegata terbatas, intensitas sinar matahari yang diperlukan pun hanya sedikit. Itulah sebabnya bila intensitas cahaya berlebihan dapat menyebabkan terbakarnya jaringan daun.

Kerdil

Mutasi di luar inti sel juga dapat menyebabkan tanaman menjadi dwarf alias kerdil, seperti terjadi pada Sansevieria ehrenbergii koleksi Aris Andi. Tinggi tanaman hanya 15 cm dan panjang daun tak lebih dari 10 cm. Susunan daun juga tampak sesak dan roset. Padahal tanaman normal, susunan daun membentuk seperti kipas. Panjang daun pun bisa mencapai lebih dari 20 cm.

Mutasi juga dapat terjadi pada gen pengontrol pigmen. Salah satunya dialami koleksi Ir Sentot Pramono, hobiis di Jakarta. Beberapa daun Sansevieria trifasciata 'bantles black' miliknya berwarna hijau pekat polos hampir kehitaman. Bandingkan dengan 'bantle sensation' yang berwarna hijau kusam.

Soeranto menuturkan perubahan warna terjadi bila salah satu pigmen termutasi menjadi dominan dan pigmen warna lainnya tertekan alias resesif. Pada kasus Sentot, warna hijau tua-lah yang menjadi dominan. Kondisi serupa juga terjadi pada Sansevieria halii 'pink bat'. Warna resesif muncul menyelimuti permukaan daun yang berwarna hijau tua.

Lain lagi yang terjadi pada Sansevieria trifasciata hahnii 'twister'. Disebut demikian karena bentuk daun melintir menyerupai angin puting beliung. Soeranto berpendapat kelainan seperti itu akibat kromosom yang patah sehingga kehilangan satu atau lebih segmen gen dalam kromosom. Akibatnya tanaman mengalami 'cacat' secara genetis yang menyebabkan pertumbuhan menjadi tak lazim.

Sinar matahari

Lalu, apa penyebab mutasi? Mutasi dapat terjadi secara spontan di alam. Salah satu penyebabnya, 'Intensitas sinar matahari yang terus-menerus,' kata Soeranto. Sinar matahari memiliki spektrum yang beragam berdasarkan panjang gelombang elektromagnetik. Salah satunya adalah sinar-X dan gamma yang bergelombang pendek. Keduanya merupakan radiasi pengion (ionizing radiation) yang dapat melepas energi (ionisasi) ketika melewati atau menembus materi.

Proses ionisasi itu terjadi dalam jaringan tanaman sehingga menyebabkan perubahan sel, genom, kromosom, dan DNA atau gen. Perubahan itulah yang disebut mutasi. Hanya saja intensitas sinar-X dan gamma dalam sinar matahari sangat rendah. Oleh sebab itu mutasi di alam sangat lamban.

Teknologi saat ini mampu menghasilkan radiasi sinar gamma dengan intensitas tinggi. Hasilnya, mutasi didapat dalam waktu singkat. Itulah sebabnya teknologi ini seringkali dimanfaatkan dalam pemuliaan tanaman.

Mutasi juga dapat terjadi dengan menginduksi mutagen yang berasal dari bahan-bahan kimia yang termasuk dalam gugus alkil aktif seperti etil metansulfonat (EMS), dietil sulfat (dES), dan metil metansulfonat (MMS). Gugus itu dapat ditransfer ke molekul lain yang memiliki kepadatan elektron cukup tinggi seperti grup fosfat dan molekul purin, serta pirimidin yang merupakan penyusun struktur asam deoksiribonukleat (DNA). Akibatnya struktur DNA pada tanaman berubah.

Meski demikian, ada kalanya tanaman mutasi kembali normal bila dikembangbiakkan secara generatif. Walaupun mengalami mutasi, tanaman mutan tetap menyimpan gen normal. Pada generasi tertentu, gen normal itu berpeluang kembali muncul. 'Mutasi akan bertahan bila bagian tanaman yang mengalami mutasi diisolasi dan diperbanyak dengan cara kultur jaringan,' tutur Soeranto. Mutasi yang didamba pun tak akan sirna.

Diambil dari : Trubus-online.com, 1 Februari 2007

3 komentar:

Unknown mengatakan...

Mas klo ada dikasih photo donk, pingin banget lihat ne jenis varigatanya...

Desakoe Tinggal Dua mengatakan...

tunggu sesaat lagi, kami lagi kumpulin photo koleksi komunitas yang udah copy darat, mudahan-mudahan bermanfaat

infogue mengatakan...

Artikel di blog ini menarik & bagus. Untuk lebih mempopulerkan artikel (berita/video/ foto) ini, Anda bisa mempromosikan di infoGue.com yang akan berguna bagi semua pembaca di tanah air. Telah tersedia plugin / widget kirim artikel & vote yang ter-integrasi dengan instalasi mudah & singkat. Salam Blogger!
http://biotek.infogue.com
http://biotek.infogue.com/sanse_varigata