Minggu, 06 Juli 2008

Kepribadian ganda pada fischerii

Perilaku dan sepak terjang sanse ini memang spesifik. Hasil pembiakan lewat tanam daun, pada mulanya agak pipih dan relatif pendek mencapai + 10 s/d 20cm. Anakan berikutnya lewat rizhoma, perilaku daun cenderung membulat dan memanjang mencapai + 60 cm. Selanjutnya cucu dari anakan rizhoma menunjukkan karakter pribadi sebenarnya, yakni daun menuju ke original foam menjulang ke atas yg makin membulat dan memanjang menyerupai stucky.
Teksture daun berpermukaan kasar warna hijau gelap (dark green) dengan cross banding keperakan (silver), kanal daun membuka sampai ke ujung daun dan ditutup dengan duri lembek dan kering.


Cylindrica "patula"

Masih ingat makanan khas Jawa namanya pethulo, biasanya dimakan bareng ama serabi. Pethulo terbuat dari bahan baku tepung beras dipadatkan kemudian di-citak dengan alat berbentuk silindris tipis dan pajang, diujungkan dipasang lempengan logam berlubang kecil-kecil, terus didorong dengan kayu silindris. Pethulo ini biasa dimakan dengan santan manis gula aren.
Nah, cylindica "patula" ini nggak perlu di-citak, lantaran karakter daunnya memang tumbuh dari batang daun mengipas ke kanan dan kiri. Sanse ini tidak memiliki kanal dan ujung daun berduri semi lembek cenderung tumpul. Teksture daun permukaan agak kasar warna hijau muda dengan cross banding hijau gelap, dan tentu saja untuk memakannya tak perlu harus pake santan.

Limit 9 untuk trifasciata 'green arrow'

Trifasciata berbentuk daun lanset pendek tidak lebih dari 50cm ini, sosoknya memang seperti ujung anak panah atau lebih tepatnya mata tombak. Teksture daun halus berwarna dark green dengan cross banding warna soft green keperakan (silver). Sinar matahari pagi yang langsung menerpanya menjadikan warna dark green-nya makin pekat.
Hasil diskusi dan pengamatan komunitas, trifas ini memiliki sifat alami bawaan menghargai angka 9. Angka 9 bagi "green arrow" adalah angka batas maksimal tumbuh daun pada satu batang. Selanjutnya ketimbang memunculkan daunnya yang ke-10, trifas ini lebih cenderung menghasilkan lebih dari satu anakan lewat rizhoma-nya. Sanse saja bisa tidak tamak dan menjalani kehidupan sesuai dengan porsinya, kenapa kita tidak .........ya.

Rabu, 02 Juli 2008

Si Pawang Hujan, Erythraeae

Dalam tradisi masyarakat Jawa dikenal cara untuk memohon kepada Tuhan YME agar hujan yang turun terus menerus dan berdampak terjadinya banjir dapat berhenti. Permohonan tersebut dengan cara ritual doa bersama di tempat ibadah (pura/ surau/ vihara/ dsj), dilanjutnya dengan meletakkan sapu lidi secara terbalik di depan rumah masing-masing, sebagai lambang agar hujan yang turun dapat berhenti menjadi awan dan turun ditempat lain secara merata.
Erythraeae dalam Trubus Book page 70, konon pernah dinamai schweinfurthii, sosoknya memang kayak sapu lidi terbalik. Sanse ini ber-tekstur daun mulus warna hijau gelap dan permukaan halus, tanpa cross banding, tanpa kanal dan tak ada duri di ujung daunnya, habitat di Erithrae - Ethiopia Africa
Perilaku daun tumbuh dari batang tegak lurus ke atas. Pembentukan batang daun diatas rizhoma-nya cenderung melingkar keluar seperti obat nyamuk bakar. Dan satu lagi perilakunya yg cukup unik, bahwa di komunitas kami tidak ada yang pernah berhasil mebiakkan dengan cara tanam daun, sehingga hanya mengandalkan anakan dari rizhoma.

Kenya Hyacinth pelari marathon tanpa alas kaki

Kenya dalam benak saya pribadi adalah briket batubara, tanah tandus kerontang, susah air, serta banyak menghasilkan atlit lari marathon tak bersepatu. Barangkali hal ini diantaranya yang mempengaruhi sosok dan karakter Kenya Hyacinth.
Sanse ini berteksture daun hijau pekat cenderung hitam kayak batu bara, dengan cross banding hijau muda keperakan, seluruh permukaan daun kasar, dengan kanal ber-list putih tipis sampai ke ujung daun, dan ditutup dengan duri halus yang tajam. Daun tumbuh dari batang daun menjulang ke atas membentuk semburan air. Sanse ini tergolong bandel, relatif tahan serangan penyakit (kecuali erwina barangkali), daya tahan di outdoor tak perlu diragukan, di indoor ber-ac dan minim cahayapun tahan berminggu-minggu. Ketahanannya setara dengan pelari marathon yang berlari berpuluh-puluh kilometer tanpa minum air dan beralas kaki. Itulah si bandel kenya hyacinth.


Selasa, 01 Juli 2008

Ballyii dalam gerabah Lombok

Penggunaan pot yang serasi dan pas dipastikan dapat meningkatkan penampilan sanse ketika diletakkan indoor, yg lazim kita temui bahan baku pot terbuat dari plastik, kaca, kayu, dan tanah, diantaranya adalah gerabah. Nah, kalau wisata ke Nusa Tenggara Barat, disamping Senggigi, Gili Trawangan, Kuta, Tanjung An (salah satu pantai teluk terindah di dunia), plecing kangkung, telur asin Sasak, ayam Taliwang, mutiara alami, jangan lupa gerabah Lombok. Ya .... gerabah Lombok dengan berbagai bentuk unik dan exclusif, sebagai alternif pot sanse yang nyaman.
Ballyii hasil tanam daun ini berusia 2,5 tahun, hampir 2 tahun hidup nyaman dan menghuni pot gerabah Lombok. Ballyii dengan ciri panjang daun hanya mencapai 30cm ini, daun tumbuh tak beraturan tanpa ada lengkungan sliding dari pangkal batang, terdapat kanal yg tak sampai ke ujung daun, duri keras, warna daun hijau muda, cross banding hijau pekat.

Senin, 30 Juni 2008

Kirkii, kirkii, kirkii & kirkii

Sejauh yang kami tahu dan beredar di sansies maupun pasar di Indonesia, terdapat 2 varian utama spesies kirkii. Yakni kirkii var pulchra dan superclone. Pulchra sendiri mempunyai 2 jenis yang dikenal dengan trade mark: coppertone dan brown. Ciri khasnya adalah warna daun hijau kecoklatan menyerupai tembaga, dengan pembeda ada tidaknya garis vertikal teratur warna dark brown dari muara ke ujung daun.
Sedangkan superclone memiliki 2 jenis yang dikenal dengan trade mark: coral blue dan doughlas, dengan warna daun hijau kebiruan dan lapisan lilin silver di sekujur permukaan daunnya. Ciri pembeda utama adalah bentuk muara daun "doughlas" semi selindris atau seolah nampak seperti terdapat tangkai daun, diteruskan perilaku daun semakin pipih membuka kearah ujung daun. Namun dari keempat jenis kirkii memiliki kesamaan tidak dipunyainya duri pada ujung daunnya yang kering tipis memerah.

Minggu, 29 Juni 2008

Tom Cruise vs Tom Grumbley

Saat info ini diposting, Tom Cruise (mantan suami Nicole) sedang direpotkan dengan istri ke-2-nya. Pasalnya Katie Holmes ibunda Suri (buah hatinya dgn Tom) lagi doyan cilok. Cilok Holmes dengan lawan mainnya, Adam Rothenberg, bisa jadi hanya iseng aja. Tapi bisa berdampak pada model rambut Tom yang biasa rapi, menjadi awut-awutan.
Tapi untuk Tom lainnya, yakni Tom Grumbley, makin semrawut daunnya yang keperakan ke segala arah, maka tampilannya justru makin cool. Apalagi dengan cross banding tegas warna hijau tua di seluruh daun, kanal yang tak sampai selesai ke ujung daun, serta permukaan daun kasar dan ujung daun sliding berduri tajam. Kesemuanya menjadikan karakternya tegas dan teguh memegang prinsip serta terkesan semaunya sendiri.

Golden Benner, cantik lemah lembut tapi rentan

Sansevieria Trifasciata Hahnii "Golden Benner", sebuah nama yang cukup panjang untuk ukuran orang Indonesia, kecuali nama untuk gelar dan keturunan raja-raja atau bangsawan. Tapi itulah sanse cantik warna kuning di sekujur permukaan daunnya, dengan hijau chloropil di bagian tengah dan tepian (list) daun yang membentuk garis-garis abstrak searah dan sebagian dilapisi warna keperakan.

Hanya saja si cantik ini cukup rentan terhadap serangan bernagai penyakit yg bakal mengurangi penampilannya yang mulus karena terkesan ada bekas jerawat. Ada sedikit tips yg sebagai bahan masukan bagi sansies untuk perawatan si cantik:
  • durasi waktu untuk penempatan indoor tidak melebihi seminggu dengan media kering, dan sebaiknya segera dikenakan sapuan sinar matahari pagi s/d jam 10.00;
  • hindarkan dari sinar matahari langsung lebih dari 6 jam sehari karena potensi terjadi daun terbakar;
  • peletakan di tempat yang sanitasinya bersih;
  • gunakan media porous dengan lebih dari 50% pasir malang atau sekam bakar;
  • hindari penyiraman yang berlebihan;
  • minimalisasi penggunaan unsur N pada nutrisi/pupuk;

Kamis, 26 Juni 2008

Downsii, ABG - anakan baru gede

Sanse anakan baru gede (ABG) lewat pembiakan rizhoma ini usianya baru 3,5 tahun. Dengan perawatan yang cermat dan telaten, ternyata menghasilkan pertumbuhan optimal, sosok daun yang mulus dan sintal. Downsii atau disebut juga dengan trade mark "patent".
Koleksi Mr Jhonny Ardion ini tampak bugar dan prima. Ada pengalaman yg barangkali bermanfaat bagi sanseis, yakni: jangan pernah melakukan re-poting dalam kondisi daun paling mudah sedang tumbuh, karena ada risiko daun baru tersebut nge-drop dan pertumbuhannya terganggu, barangkali hal ini disebabkan proses adaptasi media baru.

Rabu, 25 Juni 2008

Sanse medium muda usia

Barisan sense ukuran medium ini tergolong relatif masih muda usia. Dari kiri belakang ke kanan terdiri dari; fischerii, malawi, forskaoliana, ehrenbergii "samurai" dan no idea /"rose grandis". Sedangkan dari kiri depan adalah; downsii, kirkii coppertone "brown", downsii (hasil tanam daun) dan concina. Kesembilan sanse ini berusia 2,5 s/d 4 tahun, dan yang menarik adalah sanse medium ini semua dalam kondisi prima. Kandidat peserta kontes tahun 2015 barangkali ......ha....ha....ha.

Senin, 23 Juni 2008

Lavranos, eksotis tanpa cross banding

Sahabat dekat pinguicula ini, memiliki karakter daun membuka sampai keujungnya. List daun warna merah tipis cenderung mengering yang berawal dari kedua sisi bagian bawah muara daun sampai ke ujungnya, selanjutnya ujung daun ditutup dengan duri keras dan tajam warna merah layaknya cat kuku wanita yang selalu merawat jemarinya.

Seluruh permukaan daun berwarna hijau muda dengan permukaan halus, sosok daun melengkung dan ujung daun sliding dengan ciri utama tidak adanya cross banding sedikitpun di semua bagian dan sisi daun, sebagai gantinya adalah adanya garis-garis tegas vertikal warna hijau tua di bagian permukaan bawah daun. Itulah si eksotis lavranos.

Kamis, 19 Juni 2008

Si Junkies kerontang aethiopicana

Si daun hijau tua kerontang aethiopicana dengan cross banding keperakan/silver ini, masing-masing daunnya tumbuh langsung dari rizhoma. Bentuk daun lanset pendek dengan ketebalan hanya sekitar 3 mm, membuat tampilannya terkesan junkies alias kurus kering layaknya model cantik tapi tidak seksi di catwalks Milan-Paris yang mendisplay tren fishion masa kini di tubuhnya.
Tapi uniknya, si junkies ini ternyata memiliki ciri utama yang jarang ditemui pada sanse spesies lain. Yakni ujung daunnya yang tidak berduri serta selalu mengering dan kerontang. Barangkali hasil perilaku yang mengadaptasi habitat aslinya di padang kering dan tandus di kawasan bagian selatan benua Afrika.

Suffruticosa "frosty spear"

Sanse yang tumbuh di habitat aslinya di kawasan utara benua Afrika ini, memang terkesan elegan dengan warna daun hijau muda sebagian permukaannya keperakan dipertegas dengan cross banding dominan dark green di sekujur daunnya. Sebagian komunitas memberikan nama tambahan "frosty spear" atau suffruticosa var suffruticosa.

Rabu, 18 Juni 2008

Masoniana hybrid, siapa penyilangnya ??

Kalau masoniana congo dari yang ukuran mini sampai tinggi daun mencapai 150cm dengan lebar 45cm. Pasti udah nggak asing lagi dan mudah kita temui. Bahkan semacam ada etika tak tertulis (barangkali semacam lagu wajib) bahwa setiap sanseis dipastikan minimal memiliki masoniana, sebagaimana halnya sanseis memiliki fischerii.
Sementara itu di komunitas kami baru kali ini ada yang dapat (Mr Jhonny Ardion) sanse yang jarang ada/beredar di pasar umum maupun pasar kolektor ini, namanya masoniana hybrid. Sanse ini diindikasikan hasil silangan bunga masoniana congo dengan bunga sanse lain (...entah apa, belum ada data/info .. !!!), sehingga menghasilkan sosoknya yang feminim jauh dari karakter mother plant-nya yang terkesan macho dan temperamen keras. Tapi siapa penyilangnya ....ya??????.

Forskaolina bermutasi

Sejauh yang kami ketahui, lazimnya forskaolina berbentuk daun lanset, pipih agak tebal, cross banding tegas untuk daun muda dan makin transparan untuk daun tua malah cenderung dark green. Sementara itu ketika pembiakan lewat rizhoma akan menghasilkan anakan yang cenderung sama dengan indukannya.
Tapi koleksi Mr Jhonny Ardion ini agak spesifik. Hasil pembiakan lewat rizhoma-nya bermutasi menuju karakter trifasiata daun panjang namun tebal dan keras layaknya masoniana dengan cross banding tegas merata di diluruh permukaan daun. Tapi forskaolina ini masih relatif muda, kita tunggu aja perkembangannya kayak apa?.

Downsii mini hasil tanam daun

Sanse mini berumur lebih dari 3 tahun ini (wah pasti penanamnya sangat telaten), jenis downsii hasil tanam daun, konon disebut Sansevieria sp. "malawi" yang habitat aslinya di Malawi. Tampilannya mungil dan roset dengan 9 lembar daun dalam kondisinya prima (koleksi Mr Oghuet van der Dezk - 0818387408).

Selasa, 17 Juni 2008

Sansevieria Macrophyla

Jenis sanse yang unik sekali, dari jauh menyerupai S. Fokscauliana tapi ada perbedaannya yakni daun terasa kasar dan tebal sekali seperti Trifsciata Robusta. Nama dari Sanse ini Sansevieria Macrophyla. Daun roset sanse ini cakep sekali dipadu dengan pot keramik tambah ciamik. Habitat asli sanse ini dari daerah Afrika Utara yang suhu dan kondisinya membutuhkan sinar matarahari yang penuh.

Foto diambil dari : http://bonsai-nursery.blogspot.com

Kitonga, teksture daun lembut yang kokoh

Kitonga dengan tampilan yang elegan, ber-teksture daun lembut dengan cross banding yang merata di sekujur badan daun, dan duri yang tajam serta cukup keras ini menjadikan sosoknya maskulin (koleksi Mr Oghuet van der Dezk - 0818387408). Cuman sayang pengambilan gambarnya kurang cahaya.

Senin, 16 Juni 2008

Pinguicula, si genit suka bersolek



Pinguicula "philipsae", barangkali dinamakan begitu, lantaran bentuk daunnya yang kayak bibir/paruh burung pinguin. Sanse yang satu ini ternyata cukup genit serta suka bersolek, hal ini nampak dari sifat alaminya yang melapisi bedak putih secara merata di semua sisi permukaan daunnya.

Trifasciata Filter Udara di Living Room

Trifasciata yang nongkrong di sebelah tv ini jenis "nelsonii black" (trade mark: black holland) yang biasa seminggu sekali di jemur kena sinar matahari langsung. Tampilan sosoknya cukup eksotis ketika di letakkan di living room bersanding dengan gitar dan peti jati kuno, dan yang lebih penting lagi adalah udara ruangan terasa lebih segar serta memanjakan mata.


Kamis, 08 Mei 2008

Sansevieria Perrotii

Sansevieria Koleksi dari Wawan BJ-Sanse Kediri. Sanse ini memiliki batang setinggi 60 cm , tebal sekitar 2-2,5 cm dengan bentuk panjang meruncing. Warna hijau kebiruan dengan daun mencekung sehingga membentuk saluran lebar sepanjang daun. Habitat asli di Tanzania

Sansevieria Paten Hybrid


Sansevieria ini merupakan milik Wawan anggota BJ-Sanse Kediri. Di pasaran nama Sanse ini adalah Paten Hybrid. Bentuk daun bulat memanjang hampir menyerupai Downsii tetapi tidak mempunyai saluran di daunnya. Warna hijau tua dengan pinggiran saluran membulat dengan warna hijau. Panjang bisa mencapai 20 - 25 cm dengan ketebalan mencapai 1,5 - 2 cm. Habitat asalnya di Afrika

Sansevieria Downsii

Sansevieria ini namanya Downsii Chahinian diberi nama sesuai dengan penemunya Juan Chahinian yang juga merupakan Ketua ISS (International Sansevieria Society) tapi di Indonesia dinamakan Downsii Paten. Sansevieria ini merupakan sanse yang tidak memiliki batang. Bentuk daun menyerupai tombak dengan panjang bisa mencapai sekitar 45 cm dan ketebalan sekitar 3 cm. Memiliki saluran/channel di daunnya hingga ujung daun dengan tepi berwarna kemerahan. Habitat asal dari Malawi.

Sansevieria Catanna

Sansevieria ini merupakan jenis yang unik, bentuk daunnya pipih melebar dengan warna hijau muda. Warna pinggiran daun cenderung merah dan bergelombang. Sansevieria ini merupakan koleksi dari Wawan anggota BJ-Sanse Kediri. Asal Sansevieria ini dari Afrika.

Sansevieria Concinna

Sansevieria jenis ini berbentuk seperti sendok dengan helaian daun ditopang dengan tangkai yang membulat. Daunnya berwarna hijau mempunyai ukuran sekitar 15 - 20 cm dengan lebar sekitar 1,5 cm - 3 cm. Habitat asal dari Afrika Utara dan Mozambik

Sansevieria Burdettii

Bentuk Daun bulat tebal tanpa saluran dan tidak memiliki cross banding. Ukuran daun panjang sekitar 90 cm dengan leber 2,5 - 3 cm. Warna hijau dengan tangkai bunga sepanjang 15 - 25 cm. Habitat berada di daerah Afrika dan Malawi

Senin, 05 Mei 2008

Kontes Sanse Wonogiri Kontes Sanse Cikal Bakal Kontes Sanse Masa Depan

Kontes sans di Wonogiri membuai para hobiis sanse. Kontes di Wonogiri terlihat bahwa sanse merajai dengan total peserta 170 pohon untuk semua kelas padahal kontes terbesar sebelumnya di Wonosobo cuma ada sekitar 150 pohon.

Pelaksana tim Forum Komunikasi Sansevieria Indonesia memanggil beberapa juri untuk Sanse ini yaitu Susiloadi (Solo), Wibowo (Ponorogo), Irfan (Jogja), Rusmadi (Kebumen) Nanang (Kediri) Gatot (Semarang) Bimo (Pati) Mimin (Surabaya) dan Yoyok (Surabaya)

Berikut Juara I Hasil Kontes Wonogiri :
Kelas Trifas (Daun Pedang) : Nancy - Solo (Costarica)
Kelas Trifas (Daun Sarang Burung) : Hanti - Jogja (Twisted Sister)
Kelas Cylindrica Distichous : Agus DSP3S - Solo (Twisted Sister)
Kelas Cylindrica Non Distichous : Eko - Solo (Francisii)
Kelas Masoniana : Alam Pesona - Nganjuk (Masoniana)
Kelas Kirkii : Susatyo - Jogja (Coopertone)
Kelas Mix : TSC - Tanggerang (Black Rose)
Kelas Unik Bentuk : Yudi - Solo (Trifas Mediopicta)
Kelas Unik Warna : TSC - Tanggerang (Patens)
Kelas Mini : TSC - Tanggerang (Francisii)
Kelas Landscape : Dhirao - Wonogiri

Jumat, 02 Mei 2008

Jepit Gabus Agar Mekar

Sansevieria yang baru didatangkan dari luar negeri biasanya stres, daun mengkerut kekurangan air. Jika daun telanjur menutup, butuh waktu lama untuk kembali ke bentuk semula. Untuk mengatasinya, Boen Soediono di Pluit, Jakarta Utara, menyelipkan potongan styrofoam di helaian daun. Styrofoam membantu daun sansevieria membuka. Lamanya pemakaian styrofoam berkisar 3-8 minggu, tergantung jenis. Malawi midnight butuh waktu 3 minggu, sementara kirkii, 1-2 bulan. Segera setelah beradaptasi di tempat baru-ditandai dengan jepitan pada styrofoam yang makin longgar-styrofoam bisa dilepas. Daun yang awalnya mengkerut kembali segar

Senin, 28 April 2008

Standarisasi Nama Sih Oke, trus harga gimana? Tanyakan Kenapa

Maraknya jenis Sanse membuat banyak kalangan khawatir akan kelangsungannya. Untuk itu saling berkomunikasi untuk melakukan standarisasi nama Sanse dengan mengacu ke ISS (International Sansevieria Society). Hal ini sangat penting karena untuk kejadian salah nama sering terjadi. Namun hal tersebut ternyata belum bisa dilakukan ke harga Sanse.

Alasan utama dikeranakan Sanse memiliki karakter yang tidak dimiliki individu yang lain sehingga hal ini berpengaruh dan dapat meningkatkan harga jual. Kebebasan dalam harga inilah yang akhirnya membuat perputaran sensevieria semakin meningkat dimana ada beberapa daerah memiliki harga murah dan hal itu bisa terjadi sebaliknya. Diharapkan hal tersebut terjadi selamanya dan membuat popularitas sansevieria bisa berjalan dalam kondisi yang kondusif.

Gold Flame

Kehadiran Sanse jenis Gold Flame memang tak seheboh booming anthurium tetapi sanse jenis ini mulai naik daun. Hal ini dimungkinkan karena warna daunnya yang sangat eksotis apalagi meroset akan menambah keindahan dari sanse jenis ini. Gold flame memiliki keunikan dan keindahan dari warna daunnya yang kuning cerah dikombinasi warna dasar hijau. Dipasar saat ini ada 2 jenis gold flame yaitu lokal dan dari Thailand.

Perbedaan antara lokal dan thailand yaitu kalau jenis lokal mempunyai keunggulan dari segi karakter daun lebih tebal dan kelihatan kokoh. Selain itupula ketahanan dari jenis lokal lebih kuat. Sedangkan untuk jenis dari Thailand karakter daun lebih panjang dari jenis lokal dengan corak daun kuning sedikit tua sehingga kalau dilihat untuk jenis thailand bentuknya menyerupai ekor ayam.

Malawi Midnight

Salah satu jenis Sanse yang mampu tampil cantik yakni Malawi Midnight. Jenis ini menarik yakni dilihat dari sisi daun terasa halus dan warnanya cenderung kelam tanpa sedikitpun ada lapisan bedak dipermukaan daunnya dan sedikit lis putih di pinggiran daunnya. Daun cenderung lebar.

Untuk tingkat peryumbuhannya cenderung meroset. Satu ciri khusus dari malawi adalah ujung daunnya selalu meliuk atau melintir.

Selasa, 22 April 2008

Sansevieria dalam Gel



Dr Darwis Nasution terkagum-kagum ketika melihat sansevieria koleksi Sirisak Boonyakarn. Lidah jin itu ditanam dalam vas transparan berisi air yang tertata rapi di pondok nurseri di Bangkok, Thailand. 'Enak dilihat dan cantik banget,' kata pensiunan dokter spesialis kandungan di RS Cikini itu. Maklum, lazimnya lidah mertua ditanam dalam pot bermedia padat sehingga akar tak terlihat. Ketika itu Darwis langsung terinspirasi untuk menerapkan di Indonesia.

Sepulangnya ke tanahair setahun silam, Darwis langsung membongkar Sansevieria trifasciata laurentii 'superba' yang ditanam dalam media tanah. Akar lidah jin itu kemudian dibersihkan dengan air lalu dipotong sebagian. Selanjutnya superba ditaruh dalam gelas kaca berisikan air. Akar baru muncul seminggu kemudian. 'Sansevieria sama seperti anggota famili Dracaenaceae dan Euphorbiaceae, akarnya mudah tumbuh di air,' kata Lanny Lingga, praktikus tanaman hias di Cisarua, Bogor. Selang sebulan sansevieria tetap dalam kondisi baik, tak ada tanda-tanda busuk.

Gara-gara berhasil pada satu tanaman, akhirnya Darwis menanam sebagian sansevierianya di media air. 'Sansevieria bisa saja ditanam dalam air seperti dracaena dan skindapsus,' kata Deborah Herlina peneliti di Balai Penelitian Tanaman Hias, Cipanas, Jawa Barat. Namun, pertumbuhannya mungkin tak semaksimal yang ditanam dalam media padat pada umumnya.

Hidroponik

Menanam dalam media air itu prinsipnya sama dengan hidroponik. Bercocok tanam hidroponik tanpa menggunakan media tanah, melainkan air atau bahan porous lainnya seperti kerikil, pecahan genteng, pasir kali, gabus putih, atau zat silikat. Elemen dasar yang dibutuhkan tanaman sebenarnya bukanlah tanah, tapi cadangan makanan serta air yang terkandung dalam tanah yang terserap akar. Dengan begitu tanpa tanah pun suatu tanaman dapat tumbuh asalkan diberikan cukup air dan garam-garam zat makanan.

Dari prinsip hidroponik itulah Bunlue Lodwan di Chonburi-2 jam berkendaraan dari Bangkok-terinspirasi untuk menanam sansevieria dalam air. Menurut Lanny air dapat ditanami apa saja kecuali tanaman yang xerophytic membentuk kaudeks seperti sikas dan kaktus. 'Asal cukup oksigen tanaman tetap hidup dan akar bisa bernapas,' kata alumnus Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Kristen Satyawacana, Salatiga itu.

Oleh karena itu air yang digunakan sebagai media untuk menanam sansevieria jumlahnya jangan berlebihan, maksimal sampai leher akar. Selain itu, pastikan air selalu dalam keadaan bersih tak ditumbuhi alga yang menyebabkan oksigen di dalam air berkurang. Caranya ganti air seminggu sekali.

Keuntungan menanam sansevieria dalam air bisa diletakkan di mana saja asalkan terlindung dari sinar matahari. 'Bisa ditaruh di ruang tamu sehingga terlihat cantik,' kata Darwis. Hobiis pun tak perlu takut kotor. Berdasarkan pengalaman Bunlue selama 4 tahun, semua jenis sansevieria dapat ditanam dalam air kecuali rosea grandis.

Mudah

Untuk menopang sansevieria agar tetap berdiri, Bunlue menggunakan batu apung. Sementara Sirisak memakai media jel. Menurut Lanny jel itu media padat yang permukaannya lembap dan beda dengan air. 'Hydrogel mampu menyimpan air 20 kali dari volume keringnya,' kata Lanny. Namun, pada prinsipnya tetap sama, menggunakan hydrogel bertanam tanpa tanah alias hidroponik.

Tahapan menanam sansevieria dalam media air sangat mudah. Pilih sansevieria yang penampilannya bebas penyakit. Bersihkan dari debu dan media sebelumnya dengan air. Lalu potong akar dengan menyisakan sedikit di dekat rimpang. Selanjutnya masukkan lidah mertua ke dalam vas transparan berisikan air. Pastikan hanya akar dengan batang sedikit yang terendam air. Dengan begitu akar masih bisa bernapas. Letakkan sansevieria di tempat teduh.

Ganti air setiap minggu agar terhindar dari alga yang mengakibatkan oksigen berkurang. Untuk nutrisi, Darwis menyemprotkan pupuk daun 3 hari sekali dengan dosis 1 tutup botol pupuk/2 liter air atau sesuai dosis kemasan. Dengan begitu pertumbuhan lebih cepat 1,5 kali lipat dibandingkan yang tidak diberikan pupuk. Lidah jin pun tetap tampil prima dan memikat

Diambil dari Trubus-online.co.id

Kombinasi Putih-Hijau nan Elegan



Sebulan lamanya disembunyikan si empunya, simpanan istimewa itu ketahuan juga. 'Ini jenis langka dan istimewa,' ujar Lirudi Hadi Sunaryo, hobiis dan juri tanaman hias yang melihatnya pertama kali. Paduan tegas corak putih dan hijau membuat sosok sansevieria itu elegan.

Si empunya menaruh sepot sansevieria belum bernama itu di teras belakang rumah yang megah. Di sana lidah jin yang sosoknya mirip masoniana mutasi itu dirawat di antara deretan pot sansevieria-sansevieria eksklusif lain seperti pinguicula, bagamoyensis, pencil, javanica mutasi, dan malawi. 'Sansevieria ini berasal dari kolektor di Thailand. Ia hanya punya 3 tanaman,' ujar Soeroso Soemopawiro, si empunya.

Daun lidah mertua itu memang lain. Bila masoniana kembarannya, berdaun tebal, maka ia lebih tipis. Lurik-lurik yang jadi kekuatan pada masoniana tidak tampak. Sebagai gantinya kombinasi corak putih dan hijau tampak terpisah tegas. Warna putih seakan tumpah di tengah-tengah daun, sedangkan hijau bak dicat kuas pada pinggir daun. Menurut Soeroso, lidah mertua itu tumbuh baik di rumahnya. Baru tiba sebulan sejak pertengahan Februari 2008, sudah keluar daun baru.

Kompatibel

Koleksi sansevieria baru Soeroso yang lain adalah pedang-pedangan yang mirip Sansevieria trifasciata 'hahni splash'. Jenis yang juga belum bernama itu sedikit lain dari ukuran daunnya. Daun lebih panjang dan kecil. Selain itu di antara warna silver dan hijau tipis, corak kuning di daun terkesan sangat kuat.

Yang juga mendatangkan jenis baru adalah Handhi di Tangerang, Provinsi Banten. Pemilik nurseri Rumah Pohon itu beruntung mendapatkan S. schweinfurthii dari negeri Gajah Putih. Jenis itu unik karena 11 daunnya membentuk kipas saat dilihat dari depan. Nah, dari atas lain lagi bentuknya. Lima daun di kiri bertumpuk sejajar, sedangkan sisanya terlihat berundak-undak seperti anak tangga.

Handhi juga memiliki S. cylindrica dengan corak seperti S. kirkii, warna cokelat dengan pola cross banding cokelat tua tipis. 'Saya duga ini silangan cylindrica dan kirkii,' katanya. Betulkah? Gen dengan jumlah kromosom sama asalkan masih dalam satu genus dapat kawin-silang. 'Tapi individu-individu itu harus kompatibel, meski spesiesnya berbeda,' kata Dr Soeratno Hoeman, peneliti dari Badan Tenaga Atom Nasional di Jakarta.

Hibrida

Hadirnya jenis-jenis baru sansevieria memang meramaikan pasar lidah mertua. Aris Andi dan Agung Budi Santoso di Yogyakarta memburu sansevieria baru sampai ke pelosok, bahkan langsung ke negeri Siam. Saat mengunjungi pameran Suan Luang di Thailand akhir 2007, mereka melihat sansevieria daun tebal yang mirip S. sordida. 'Jenis ini agak lain karena warna peraknya lebih kuat,' ujar Aris. Sayang, saat itu si pemilik tak menjualnya. Namun, setelah berburu mereka menemukan kebun asal sansevieria yang di sebut sansevieria katana itu. Kontan ia datangkan 300 seedling katana pada Januari lalu dari negeri Gajah putih itu.

Masih di Jawa Tengah, Soejatno Soebekti juga rajin mengumpulkan jenis baru. Pria yang langganan juara di kontes sansevieria itu memiliki sekitar 100 jenis. Pertengahan Februari 2008, ia mendapat hibrida baru, silangan S. trifasciata dan S. ballyi. Di Indonesia hanya 2 orang yang diketahui mengoleksi. Satu milik nurseri Watu Putih, Yogyakarta dan satunya kini jadi miliknya. Jenis kanlayensis memiliki karakter S. ballyi dari susunan daun yang roset. Sedangkan S. trifasciata mewarisi sifat daun yang agak tipis, tapi tidak silinder.

Soejatno masih punya jenis lain yang juga hasil silangan dari S. trifasciata dan S. ballyi. Silangan ini memang saru dengan sansevieria kanlayensis, hanya saja daunnya roset dan pendek. 'Mungkin jenis induk trifasciata yang dipakai berbeda, makanya hasilnya lain,' ujar Soejatno. Koleksi yang juga turun tanding di kontes sansevieria yang diadakan Trubus awal Maret 2008 itu, terbukti memikat juri. ' Pertama kali lihat, ini pasti silangan baru,' kata Syah Angkasa-salah satu juri kontes dari Trubus.

Karena baru pula, sansevieria S. cylindrica milik Jaka dari Tangerang, menjadi juara di kelas majemuk di kontes Trubus. Bentuk daun dan pola cross bending-nya masih mirip cylindrica, tapi ukurannya pendek. Bahkan ada yang menyebutnya si boncel lantaran mutasi S. cylindrica itu panjang daunnya tak sampai 10 cm. 'Ini masih langka,' tutur Sentot Pramono, juri.

Jika diusut, itu pertama kali ditemukan oleh Edy Sebayang, kolektor di Tangerang, sekitar dua tahun lalu. Yanto, si pemilik pertama mengira sebagai produk gagal dari hasil perbanyakannya. Namun, setelah pindah tangan, si boncel itu malah jadi jawara. Masih dari kontes Trubus, ada varian baru yang juga menyedot perhatian. Black rose, milik Tangerang Sansevieria Club itu berdaun hijau tua dan bertumpuk seperti susunan kelopak mawar.

Saat Trubus berkunjung ke Boen Soediono di Jakarta akhir Januari 2008, ada 8 silangan baru sansevieria yang berhasil dijepret. Hibrida S. cylindrica salah satu yang istimewa. Daunnya sangat tebal, bahkan ada yang menutup seperti silinder. Namun, sebagian besar kanalnya membuka lebar sampai ke ujung. Pola dan warna hijau perak cros bending-nya mirip dengan S. fischeri. Uniknya daun tebal itu tumbuh menjuntai ke segala arah. Nah, para pemburu sansevieria itu seakan tak pernah puas dengan varian tanaman seribu rupa itu.

Diambil dari : TRUBUS-ONLINE.CO.ID

Hitungan Keuntungan Berkebun Sansevieria



Sansevieria tidak hanya diminta pasar lokal, tapi juga pasar luar negeri seperti Korea, Jerman, dan Jepang. Untuk ekspor dibutuhkan volume yang cukup banyak sehingga perlu dikebunkan secara khusus. Jenis yang diminta Korea antara lain Sansevieria cylindrica yang berharga relatif murah. Jenis ini mudah dibudidayakan karena memang bandel. Meski perawatan seadanya ia tumbuh baik dengan tingkat kematian sangat kecil, tidak lebih dari 1%. Hanya saja untuk mencapai ukuran ekspor dengan panjang 40-50 cm dan diameter 2-3 cm butuh waktu 1 tahun dari bibit berukuran 20 cm. Secara ekonomis apakah mengebunkan sansevieria masih menguntungkan?

Diambil : TRUBUS-ONLINE.CO.ID

Selasa, 15 April 2008

TOM GRUMBLEY


Bentuk daun : Bulat meruncing

Ukuran daun : Sebesar jari dengan diameter 1 – 1,5 cm

Warna : Perak dengan garis hijau

Ciri khas : Dau perak dan mengarah ke berbagai arah

Tom Grumbley bukan merupakan barang baru namun popularitasnya tidak kalah dengan sanse jenis lain. Di pasaran harga terus meningkat yakni sekitar Rp. 300 rb sampai dengan 500 ribu tetapi sanse ini sulit sekali untuk diperoleh.

Pertumbuhan harga ini tak lepas dari bentuknya yang eksotis dan spektakuler. Pertumbuhan sanse ini tergolong lama

Kamis, 10 April 2008

Sansevieria Doris Pfennig

Jenis ini merupakan jenis yang atraktif dikarenakan merupakan persilangan dari S. Pinguiculata dan philiphisae. Persilangan ini dilakukan oleh Horst Pfennig yang berasal dari Herford Stedefreund Jerman.

Sansevieria ini memiliki pertumbuhan daun sekitar 4 – 8 daun, panjang mencapai 25 - 30 cm, lebar 12 – 19 mm dengan ketebalan mencapai 15 – 20 mm. Daunnya memiliki sifat yang keras yang mengakibatkan daunnya tidak fleksibel yang mengakibatkan daunnya menekuk. Warna daun hijau gelap tanpa cross bandning dengan tekstur yang halus

Nama Sansevieria ini didedikasikan untuk istri penemu Horst Pfennig yakni Mrs. Doris Pfennig

Minggu, 06 April 2008

Varian Sanse yang Meramaikan Pasar

SANSEVIERIA CORAL BLUE
Sansevieria jenis ini termasuk ke dalam Sansevieria spesies Kirkii dengan nama sub spesies Kirkii Var Kirkii namun dalam bahasa pasarnya orang lebih menyebutnya Corral Blue.

SANSEVIERIA BOLPHO PHYLLOM
Jenis sansevieria ini memiliki harga paling mahal, bisa dibayangkan panjang sekitar 50 cm sansevieria ini sudah mencapai harga Rp. 20 juta. Hal ini dimaklumi karena Sansevieria ini tergolong langka bahkan di Afrika negeri asalnya.

SANSEVIERIA RODIDA
Sansevieria ini daunnya menyerupai kipas. Daun yang dimiliki Sansevieria ini tebal dan membulat dengan warna hijau tua, panjang daun bisa mencapai 1 meter. Harga sansevieria ini mencapai antara 1 juta - 1,5 juta.

SANSEVIERIA ERYTHREAE

Sansevieria ini memiliki bentuk daun silindris membulat, dan merumpun. Semakin banyak daun semakin mahal harga jual untuk sansevieria jenis ini.

SANSEVIERIA KIRKII BROWN

Sansevieria jenis ini disebut pula Kirkii Var Pulchra. Corak warna sanse jenis ini menyerupai tembaga atau kecoklatan dengan kontur daun tebal dan ada garis-garis membujur pada bagian dalam daunnya. Semakin tua dari tanaman ini semakin indah dan menarik tentu saja tanpa meninggalkan segi kekompakan dan kesehatan tanaman itu sendiri.

Kamis, 03 April 2008

Patens Selangit


Patens berbentuk baling-baling dengan warna keemasan itu mempesona. Seluruh batangnya hampir berwarna kuning. Jenis variegata dan bentuk kompak membuat harganya di atas rata-rata, Rp37-juta. Meski panjang daun baru 10-12 cm, tapi penampilannya tak kalah dengan jenis serupa berukuran 15-20 cm

Diambil dari : Trubus-online.co.id

Sansevieria DI Puncak Tahta



Dua puluh kotak styrofoam 40 cm x 30 cm x 6 cm berjajar dalam greenhouse seukuran 2 kali meja pingpong. Di atas kotak terdapat potongan daun patens, downsii, kirkii, dan pinguicula yang dialasi sekam. Begitulah cara Andy Solviano Fajar memperbanyak sansevieria untuk memenuhi tingginya permintaan. Dalam 3 bulan terakhir, ia memasarkan 200 pot terdiri atas 4—5 daun. Dari perniagaan itulah, pekebun di Gondangrejo, Karanganyar, Jawa Tengah, itu meraup omzet Rp25-juta per bulan.

Dua ratus pot yang terjual terdiri atas 50 pot patens, 75 pot downsii, 25 pot pinguicula, dan 50 pot kirkii. Bibit yang dijual berumur 5—6 bulan, seukuran kunci sepeda motor. ‘Memang masih kecil, sebab baru dipisah sudah langsung dipesan,’ katanya. Konsumennya pedagang di seputaran Solo, Yogyakarta, dan Blitar. Omzet Andy lebih besar jika memperhitungkan penjualan 20 pot ehrenbergii, pinguicula, dan patens dewasa seharga Rp750-ribu—Rp2,5-juta per pot. Pundi-pundi ayah 1 anak itu menebal pada awal tahun karena permintaan bibit melonjak 100% ketimbang penghujung 2007.

Andi memperbanyak sansevieria sejak 1,5 tahun silam. Itu dimulai dari keberaniannya mencacah daun kirkii berukuran 10 cm x 20 cm menjadi 5 cm x 5 cm. Perbanyakan itu sukses. Oleh karena itu ia menerapkannya pada spesies lain seperti patens, downsii, dan rorida yang berdaun tebal. Total jenderal diperoleh 3.500 anakan. Saat wartawan Trubus Nesia Artdiyasa, mampir ke kebunnya pada Februari 2008, bibit yang tersisa hanya pinguicula 75 pot, rorida 35, dan kirkii 40.

Untuk memenuhi tingginya permintaan, Andy menambah indukan baru. Ia membeli malawi 5 daun seharga Rp2-juta dan mencincangnya menjadi 15 potong. Dua desertii masing-masing 2 daun seharga Rp750-ribu dipecah menjadi 15 potong. Jebolan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada itu juga memborong 6 pot patens terdiri atas 7 daun. Tanaman seharga Rp250-ribu—Rp750-ribu itu lalu dicacah menjadi 100. ‘Itu untuk persiapan penjualan 5 bulan ke depan,’ kata pemilik nurseri Sekar Jagad itu.

Rezeki nomplok

Berkah sansevieria pun dirasakan Franky Tjokrosaputro, presiden direktur PT Bumi Teknokultura Unggul, di Jakarta. Selama 11 hari pameran di Trubus Agro Expo 2008 di Parkir Timur Gelora Bung Karno Senayan, Jakarta Pusat, Franky sukses menjual 200 pot Sansevieria cylindrica ‘patula’ dan S. cylindrica ‘bintang.’ Dengan harga tanaman berukuran 10 cm Rp50.000, ia memperoleh pendapatan minimal Rp10-juta. Itu belum termasuk penjualan masoniana congo dan silver.

Menurut Franky nominal itu tak terduga sebelumnya. Pasalnya, cylindrica yang dikebunkan sejak 2005 untuk pasar ekspor. ‘Saya menyiapkan untuk ekspor pada pertengahan 2008. Ternyata sejak awal tahun pasar lokal bisa menyerap. Itu benar-benar rezeki nomplok,’ kata kelahiran Solo 31 tahun silam itu.

Di Medan, Sumatera Utara, Poppy Anggraeni, pun ketiban rezeki sansevieria. Pemilik nurseri Ivanna itu meraup omzet Rp75-juta selama berpameran di Jakarta pada awal Maret 2008. Itu penjualan 300 pot Sansevieria fischerii, ehrenbergii, gold flame, dan pinguicula. Bedanya, 50% penjualan Poppy berasal dari hasil perbanyakan di halaman rumah. Sisanya didatangkan langsung dari negeri Siam. ‘Yang ukuran 20 cm ke bawah hasil anakan sendiri. Yang besar diimpor,’ kata pengusaha rumah makan itu.

Kian berkibar

Bukan tanpa sebab 3 pekebun itu mendulang rupiah dari si tanaman ular. ‘Tren sansevieria kian menggila,’ kata Purbo Djojokusumo, pemain tanaman hias yang malang melintang selama 15 tahun itu. Mantan dokter di rumah sakit di Jakarta itu merujuk pada peningkatan permintaan lidah mertua yang melonjak 4 kali lipat sejak sebulan terakhir. Sebelumnya Purbo hanya sanggup menjual 10—20 pot per bulan. Pada Februari 2008 ia kelimpungan melayani permintaan 200 pot kirkii brown.

Harga sansevieria pun terus meroket. Sebut saja kirkii brown yang 2—3 bulan lalu hanya Rp100-ribu per daun, kini menjadi Rp250-ribu. Kirkii silver blue berukuran 20 cm yang semula Rp1-juta per daun naik 10 kali lipat Rp10-juta. Pada Januari 2008, bibit patens 4—5 daun ukuran 5 cm dibanderol Rp100-ribu per tanaman di tingkat pekebun. Spesies itu kini beredar dengan kisaran harga Rp175-ribu—Rp220-ribu di tingkat pekebun dan importir. ‘Itu karena permintaan meningkat, tapi stok lambat bertambah,’ kata Edi Sebayang, kolektor di Tangerang.

Menurut Drs Seta Gunawan, ketua paguyuban sansevieria di Yogyakarta, 3 pemicu tren sansevieria sejak 2 bulan terakhir adalah publikasi media, permintaan tinggi, dan pertambahan pemain. Willy Purnawanto SE dari Masyarakat Sansevieria Indonesia (MSI) di Yogyakarta menambahkan alasan lain. ‘Momentum tren yang sangat tepat. Saat tren di Indonesia, komunitas serupa di mancanegara sedang tumbuh,’ katanya. Menurut Willy, tren bersamaan itu membuat komunikasi antarpemain tak terbatas di wilayah domestik. Namun, mendunia mulai Thailand dan Filipina hingga ke Eropa dan Amerika Serikat.

Tren mancanegara

Pendapat Willy itu disepakati Ruangwit di Thailand. Menurutnya tren sansevieria di negeri Gajah Putih itu baru berlangsung setahun. ‘Tren dipicu terbitnya buku sansevieria karya Pramote Rojruangsang tahun lalu,’ kata Ruangwit kepada 2 wartawan Trubus Andretha Helmina dan Nesia Artdiyasa. Ia berburu lidah mertua ke Eropa, Amerika, dan Filipina melalui dunia maya. Hasilnya vernwood, ehrenbergii, koko, kirkii, dan erythraeae.

Menurut Bunlue Lodwan, presiden Thailand Sansevieria Club (TSC), ‘Sejak 6 bulan terakhir permintaan menggila,’ katanya. Bunlue yang sebelumnya meneruskan usaha sang ayah yang mengebunkan adenium banting setir ke sansevieria. Menurutnya lidah mertua itu diburu distributor dan kolektor dari Thailand, Jepang, dan Indonesia. Selama 6 bulan terakhir pria berusia 25 tahun itu meraup omzet hingga 300.000 bath setara Rp75-juta—Rp90-juta.

Permintaan bertubi-tubi itu menyebabkan harga di Thailand pada Maret 2008 naik 50—100% ketimbang Januari 2008. Pemasok Bunlue dari Filipina dan Amerika pun menaikkan harga. Di negeri Arroyo dan Bush itu harga naik hingga 20—30% dibanding 2—3 bulan sebelumnya.

Di Thailand saat ini tercatat 120 nurseri sansevieria. ‘Sebelumnya mereka bermain adenium, aglaonema, puring, atau keladi. Kini mereka serius memperbanyak sansevieria,’ kata Pramote Rojruangsang.

Sebuah komunitas di dunia maya pun menggambarkan tren sansevieria. Sebanyak 600 anggota dari berbagai negara bergabung. Sebut saja Perancis, Jerman, Jepang, Vietnam, India, dan Indonesia. Pada pertengahan 2007 sempat beredar kabar komunitas itu mati suri. Namun, pada penghujung 2007 dan awal 2008, interaksi antarhobiis mancanegara itu bergairah kembali. Dari kontak personal itu laju ekspor-impor antarbenua kerap berlangsung dengan volume beragam.

Pemain baru

Di tanahair juga bermunculan pemain baru. Di Yogyakarta, ada M Burhan, pemilik nurseri Bullion 99. Sejak 4 bulan silam pemilik perusahaan valas itu berburu lidah mertua di seputaran Kota Gudeg. Namun, sejak awal tahun ia mendatangkan 200 pot horwood, robusta, hallii, dan patens dari Filipina. Pada Februari setengah stok yang dimiliknya ludes diburu hobiis. Di Solo ada Boy Olifu Gea; di Wonosobo, Belly Rudianto; dan di Blora, Dedy Dwi P.

Di luar Jawa Tengah dan Yogyakarta pun banyak pemain tanaman hias yang melirik sansevieria. Contohnya Handry Chuhairy di Tangerang. Pemilik nurseri Hans Garden itu semula terkenal dengan adenium, pachypodium, dan aglaonemanya. Belakangan Trubus kerap memergoki manajer pasar swalayan itu berburu sansevieria dan berkompetisi di arena kontes. Di Palu, Sulawesi Tengah ada Yusmangun—kolektor aglaonema dan adenium—yang kepincut kecantikan lidah naga. Menurut Poppy, di Gorontalo, kini terdapat 3—4 nurseri yang mulai menjajakan sansevieria.

Gairah para pemain baru itu semakin terwadahi karena ajang kontes kian sering digelar. ‘Dulu kontes sering digelar, tapi peserta minim. Kini sebulan bisa 2 kali, dengan peserta membeludak,’ kata Sudjianto, juri kontes sansevieria asal Wonosobo, Jawa Tengah. Kontes yang digelar Trubus pada awal Maret 2008 tercatat 86 peserta; di Wonosobo, 110 peserta. Bandingkan dengan peserta kontes pada 2007 yang rata-rata hanya diikuti 30—50 peserta.

Risiko tinggi

Peluang di pasar sansevieria bukannya tanpa risiko. Mamay Komarsana, di Cipanas, Cianjur, hanya bisa mengelus dada saat kebun laurentii untuk ekspor ke Korea musnah diserang penyakit Erwinia sp pada 2003. ‘Modal Rp20-juta raib tak kembali. Saya kapok kebunkan lidah mertua berdaun tipis,’ kata mantan pegawai pabrik kabel itu.

Hamid Mahmud Baraja, eksportir di Malang, Jawa Timur, pun mengeluhkan omzet yang diraup dari pasar ekspor menurun drastis. Ia mencontohkan harga laurentii yang semula Rp20.000 merosot menjadi Rp10.000 per tanaman. Menurut Hamid, gempuran penyakit sulit diatasi, sehingga biaya produksi melambung. ‘Lebih besar pasak daripada tiang,’ ujarnya.

Di Puncak, Bogor, ada Samsudin, yang kebingungan melepas 1.000 superba. ‘Saya pikir jenis ini bakal diburu pascalaurentii, ternyata tak ada yang mau,’ kata pria berkacamata itu. Lantaran tak laku, superba itu dibiarkan tak terawat. Belakangan Samsudin memusnahkan 3.000 superba, hahnii, dan laurentii yang terserang bakteri.

Sejatinya, tak hanya lidah mertua berdaun tipis yang berisiko tinggi. Menurut Andy banyak pekebun di Solo yang mencacah daun kirkii, giant, dan rorida, gagal. Ketiganya termasuk lidah jin berdaun tebal. ‘Bagi yang belum berpengalaman, tingkat kematian tinggi. Bisa di atas 60%,’ katanya. Itulah sebabnya banyak pekebun yang Trubus sambangi takut mencacah daun si lidah naga.

Peluang ekspor

Namun, jika berbagai hambatan teratasi, pasar menanti pasokan sansevieria. Tak melulu pasar domestik yang terbuka, tapi juga ekspor. Franky Tjokrosaputro, mendapat permintaan 3—5 kontainer Sansevieria cylindrica ‘patula’ per bulan dari Belanda pada awal tahun ini. Satu kontainer 40 feet menampung 20.000—30.000 pot patula berukuran 40—50 cm. Permintaan dengan volume setara muncul dari 3—4 pembeli di Korea dan Jepang. ‘Dua negara yang disebut terakhir baru penjajakan,’ katanya.

Franky akan memenuhi permintaan itu pada Juni—Juli 2008. ‘Stok patula di kebun kita baru 100.000 tanaman. Kami masih menunggu panen plasma di Tangerang dan Kebumen,’ katanya. Franky bermitra dengan pekebun di Kebumen dan Tangerang. Kepada mereka, ia memberikan masing-masing 20.000 bibit dan 10.000 bibit. Targetnya 1-juta tanaman per tahun pada 2009—2010 dari lahan 5 ha dan para plasma.

Benarkah peluang ekspor itu realistis? Menurut Hamid peluang ekspor segala macam tanaman hias—termasuk sansevieria—terbentang luas. ‘Asal sanggup memasok rutin 3 kontainer per bulan, negara-negara di Eropa siap menampung,’ kata mantan pengusaha pasta gigi itu. Setelah mengirim sampel, Korea Selatan minta pasokan 3 kontainer Australia black sword . Kini ia baru mengebunkan jenis itu itu di lahan 1 ha.

Menurut Hamid, pekebun yang membidik pasar ekspor mesti siap menjual dengan harga partai. ‘Biasanya harga lebih rendah, tapi volume tinggi. Sistem kerjanya sudah skala komersial seperti di pabrik-pabrik,’ ujarnya.

Prediksi

Sampai kapan pasar sanggup menyerap sansevieria? Iwan Hendrayanta, ketua Perhimpunan Florikultura Indonesia, menyebutkan tren sansevieria bakal langgeng di tanahair. ‘Sansevieria sudah diterima masyarakat Indonesia,’ katanya. Menurut Iwan grafik tren sansevieria seperti gelombang transversal (naik dan turun, tapi sebetulnya ajek, red). Oleh karena itu sansevieria berpeluang sebagai tanaman sela. Saat tanaman hias lain booming, sansevieria seolah turun. Namun, begitu komoditas itu mulai turun, maka sansevieria berperan sebagai tanaman alternatif yang diburu.

Purbo menuturkan pada triwulan ketiga 2008, sansevieria bakal menjadi tanaman yang paling diburu di seluruh dunia. ‘Masa itu sansevieria seperti di puncak takhta. Harga bisa meroket 20 kali lipat karena pemintaan dan ketersediaan tak seimbang,’ katanya. Namun, ia memberi peringatan tren harga bisa terjun bebas pada triwulan ketiga 2009. Musababnya, pekebun di Thailand mulai getol memperbanyak sansevieria.

Pekebun Thailand sudah berhasil memperbanyak sansevieria dengan teknik cacah yang lebih unggul. ‘Tingkat keberhasilan mereka mencapai 100%. Pekebun di Indonesia paling 50%,’ ujar Purbo. Dipastikan, dalam 2 tahun hasil perbanyakan itu siap membanjiri pasar Indonesia.

Edi Sebayang memprediksi tren sansevieria bakal lebih panjang ketimbang adenium yang telah berlangsung 8 tahun. Itu karena perbanyakan dan pertumbuhan lidah jin lebih lambat, tapi berlimpah spesies dan varian. Lantaran itu, Edi mendatangkan 400 patens berumur 1 tahun dari Filipina. Hamparan patens itu kini bisa dilihat di halaman rumahnya.

Soeroso Soemopawiro juga sangat yakin, umur sansevieria bakal panjang karena merujuk ke Negeri Matahari. Menurutnya gembar-gembor sansevieria sebagai antipolutan membuat pemerintah Jepang menganjurkan warganya memelihara lidah naga di setiap rumah. Minat serupa bukan tak mungkin berlaku di tanahair.

Optimisme itulah yang kini dirasakan Andy, Franky, dan Poppy. Bagi mereka perbanyakan satu-satunya jalan meraup untung. ‘Thailand sanggup menjual tanaman dengan harga realistis, kenapa kita tak bisa,’ kata Andy. Bagi Franky harga ekspor yang tak sebaik lokal disiasati dengan peningkatan volume dan pemilihan jenis bandel.

Diambil dari : Trubus-online.co.id

Senin, 17 Maret 2008

Suffruticosa

Suffruticosa ini agak unik, ada yang bilang ini merupakan sansevieria "koko" Usia dari sanse ini sudah cukup tua meskipun bentuknya mini size dikarenakan sanse ini sudah memiliki anakan. Ciri khas dari Sanse ini adalah jalinan batang di tengah yang menyerupai jalinan yang menambah keanggunan dan kekokohan.

Sanse ini merupakan koleksi dari Komunitas yakni Bpk. Andjar.

Kamis, 13 Maret 2008

Satu Lagi Koleksi dari BJ-Sanse Community


Ini satu lagi dari koleksi Mas N, yakni coral blue 3 daunnya yang menurut ceritanya didapatkan pada bulan Januari 2008 dari daerah Nganjuk. Menurut Mas N, Pak Willy ketua MSI Jogja belum pernah melihat Coral Blue 3 daun dengan tinggi sekitar 1 meteran lebih kecuali di Mas N ini. Coral Blue dengan desain indah dengan jumlah daun sebanyak 3 buah dengan tinggi sekitar 1 meter-an membuat kegagahan coral blue terlihat.

Selasa, 11 Maret 2008

Sansevieria Giant Jumbo




Salah satu koleksi dari Komunitas BJSANSE KEDIRI dgn initial (Mas N) karena yang punya tidak mau disebutkan memiliki Masonia Giant Dengan Tinggi hampir 1,5 meter dan lebar sekitar 20 - 25 cm. Saat ini "Mas N" memiliki sekitar 2 buah pot yang 1 potnya berisi sekitar 7 buah daun dan 3 buah anakan.

Minggu, 09 Maret 2008

Kuku Bima Sun Set Pangestu Hadi
















Tambahan koleksi dari Pangestu Hadi yang dinamakan Kuku Bima Sun Set

Double Mercy Pangestu Hadi
















Nah ini dia koleksi dari sahabat BJ Sanse milik Pangestu Hadi yang dia namakan Kuku Bima Double Mercy

Senin, 03 Maret 2008

Brawijaya Flora Vaganza

Lapangan Makodam Brawijaya, Surabaya, seolah jadi ajang balas dendam kekalahan jagoan Jawa Tengah pada 19 Januari 2008. Saat itu Sansevieria patens-asal Surabaya-berhasil melibas jagoan-jagoan Jawa Tengah pada kontes lidah mertua di Blora. Namun, dalam hitungan 12 hari, Sansevieria hibrid milik WS Garden dan S. pagoda milik Hanti dari Yogyakarta membalikkan keadaan dengan menjadi juara di Kota Buaya.

Lomba sansevieria memperingati HUT ke-62 Kodam Brawijaya itu pantas menjadi perhatian. Tiga puluh delapan tanaman yang berlaga datang dari 2 poros utama lidah mertua saat ini: Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Di 2 provinsi itu, geliat sansevieria merebak hingga ke kota-kota kecil seperti Wonosobo, Kebumen, dan Blitar. Kontes pun kerap diadakan. Utusan dari Jawa Tengah turun dengan kekuatan penuh di kontes Makodam Brawijaya, Surabaya. Begitu berpartisipasi, kursi jawara di semua kelas sansevieria langsung disabet. S. pagoda berwarna hijau kuning cerah milik Hanti dari Yogyakarta berjaya di kelas trifasciata. Disusul S. superba milik Suyanto Subekti dari Temanggung di tempat ke-2.

Di kelas nontrifasciata, juri terdiri dari Ahmad Irfan, Wibowo, Seto Gunawan, dan Agus Gembong Kartiko sepakat menobatkan Sansevieria hibrid sebagai kampiun. Sansevieria milik WS Garden dari Yogyakarta itu unggul lantaran sekitar 15 lembar daunnya tersusun rapi dan roset. Kedewasaan lidah mertua berumur lebih dari 3 tahun jadi poin tambahan. Di tempat ke-2, lagi-lagi diraih S. robusta dari Temanggung. Sebuah kemenangan yang wajar karena lidah jin yang relatif jarang turun kontes itu dewasa dengan warna hijau cerah. Hanya kulit batang yang sedikit keriput membuatnya mengalah dari sang jawara.

Sayang, kemenangan Jawa Tengah mengalahkan 38 peserta lain terasa kurang sempurna. Musababnya, banyak jagoan asal Jawa Timur urung turun. Misal S. patens yang berjaya di kontes di Universitas Surabaya pada Desember 2007 dan kontes di Blora pada 19 Januari 2008. 'Jagoan Jawa Timur memang tak banyak tampil kali ini,' kata Agus Gembong Kartiko

Dicuplik dari : Trubus-online.com

Minggu, 02 Maret 2008

Agar si Belang Prima

Sansevieria caulescens variegata koleksi Pramote Rojruangsang di Pathumthani, Thailand, itu berumur 8 tahun. Penampilannya sehat dan prima. Tak satu pun daun cokelat terbakar matahari. Padahal sifat variegatanya kuat: warna kuning gading mendominasi. Kontras dengan anggapan banyak orang: tanaman variegata-apalagi albino-sulit bertahan hidup.

Sah-sah saja jika banyak yang beranggapan begitu. Jumlah kloroplas tanaman variegata lebih sedikit daripada tanaman normal. Akibatnya, penyerapan cahaya matahari tidak optimal. Kerja mengubah karbondioksida menjadi gula sebagai sumber energi dan makanan bagi pertumbuhan pun terhambat. Makanya, tanaman variegata lebih lemah dibandingkan yang normal. Si belang butuh perawatan ekstra agar tetap sehat dan prima.

Salah satunya penggunaan jaring peneduh. Jaring mengurangi intensitas cahaya matahari yang diterima tanaman. Semakin besar persentase variegata, kebutuhan cahaya semakin sedikit. Itu karena grana yang terdapat di dalam kloroplas yang berfungsi menangkap sinar matahari jumlahnya sedikit.

Intensitas rendah

Grana terdiri atas setumpuk tilakoid berupa gelembung bermembran, pipih, dan seperti cakram. Membran tilakoid menyimpan pigmen-pigmen fotosintesis dan sistem transpor elektron yang terlibat dalam fase fotosintesis yang bergantung pada cahaya. Pada tanaman variegata, dengan cahaya sedikit sudah mencukupi kebutuhan grana,' kata Dr Soeranto Hoeman, peneliti di Bidang Pertanian Kelompok Pemuliaan Tanaman di PATIR-BATAN. Bila intensitas cahaya tinggi, bagian variegata terbakar karena jumlah cahaya masuk melebihi kapasitas grana.

Cahaya matahari langsung juga menyebabkan warna variegata pudar. 'Kelainan sel-sel pada tanaman variegata rusak sehingga terurai jadi putih,' ujar Bambang Hermanto, MSc, peneliti bidang geologi di P2O-LIPI yang juga hobi sansevieria. Selain itu, intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan metabolisme tanaman lebih aktif sehingga mendorong pembentukan klorofil lebih banyak. Pigmen lain seperti karotenoid pun terhambat. Dengan demikian warna hijau pada tanaman variegata lebih banyak muncul dibandingkan kuning atau putih.

Makanya, jaring peneduh mutlak digunakan untuk melindungi tanaman variegata. Pramote meletakkan caulescens variegata di bawah naungan jaring 50%. Dr Purbo Djojokusumo di Pancawati, Bogor, menata lidah mertua variegata di bagian belakang nurseri yang terlindungi paparan sinar matahari. Itu ditambah penggunaan plastik UV yang mampu mengurangi paparan ultraviolet hingga 14%. Namun, 'Sebaiknya tetap menggunakan shading net 50-60% untuk sansevieria variegata atau sansevieria kuning seperti california dan goldflame agar daun tidak pucat,' kata Purbo. Itu diamini Edi Sebayang, hobiis di Tangerang, Banten.

Nutrisi

Faktor lain supaya variegata prima adalah pemupukan. Tanaman variegata rentan terhadap magnesium, besi, dan nitrogen tinggi. Mg dan Fe merupakan unsur pembentuk dan katalis dalam sintesis klorofil. Sedangkan, 'Nitrogen tinggi memacu tanaman memproduksi klorofil sehingga variegata berkurang,' ujar Bambang. Itu yang terjadi pada masoniana variegata koleksi Edi.

Pada Maret 2007 sekitar 15 pot masoniana berwarna hijau-kuning diboyong ke kediamannya di Tangerang. Sansevieria itu kemudian ditanam dalam media campuran pasir malang, kompos, fermentasi kotoran kambing, dan sekam bakar dengan perbandingan 5:1:1:3. Perawatannya, pupuk berkadar N tinggi. Selang 4 bulan terjadi perubahan. Warna yang semula kuning perlahan menjadi pudar dan hijau semakin banyak. Belajar dari pengalaman itu kini semua sansevieria variegata koleksi ditanam dalam media pasir 100% dan diberi pupuk seimbang.

Purbo memberikan pupuk lambat urai dengan dosis seimbang yang dicampur ke dalam media. Untuk pot berdiameter 20 cm dosisnya 2 sendok teh. Sementara pot berdiameter 35-40 cm, 2 sendok makan pupuk dicampur dengan media dan 1 sendok makan pupuk ditabur di atas media. Pramote hanya memberikan pupuk lambat urai 14-14-14 sebanyak satu sendok teh untuk pot berdiameter 25 cm setiap 3 bulan. Dengan cara itu S. caulescens variegata tetap tampil prima. (Rosy Nur Apriyanti)

Diambil dari : trubus-online.com

Rabu, 20 Februari 2008

Sansevieria Laris, Tanya Kenapa?

Pernah mendengar nama tanaman lidah mertua? Tanaman yang juga disebut tanaman ular alias sansevieria ini sebenarnya tidak terlalu istimewa bagi masyarakat. Lihat saja sekeliling, tumbuhan ini ada di pekarangan, di pinggir jalan, di taman kota, atau di taman-taman gedung perkantoran.

Tapi, siapa nyana tanaman yang masih satu keluarga dengan kaktus ini mulai diburu banyak orang. Mulai tahun 2000 hingga 2002, permintaan akan lidah mertua menjulur begitu pesat dan mencapai juluran terpanjang tahun 2004, dan terus menjulur hingga kini.

Bayangkan pengalaman Lanny Lingga, petani tanaman hias di bawah bendera Seederama Trading dan Marlan Nursery, yang juga menulis buku soal sansevieria. Tahun lalu, kebun miliknya seluas 3 ha di kawasan Sukabumi yang ditanami 25.000 tanaman lidah mertua sudah siap panen. Eh, pencuri menggasaknya habis dalam tiga hari berturut-turut. "Malah di atrium Senen itu dicolong juga. Ada orang yang kalau malam suruh cabutin, karena laku banget waktu itu," kata Lanny mengisahkan perburuan tanaman sansevieria alias ular atau lidah mertua.

Antipolusi dan antiradiasi

Maraknya permintaan akan tanaman ini bukan cuma membuat banyak pemain lokal yang ikut membudidayakannya. Bahkan, tak sedikit orang asing yang terjun langsung dan membeli dari petani-petani untuk diekspor. "Lama-lama banyak juga orang Korea asli yang kesini, dan menjadi eksportir. Mereka membeli sansevieria dari Indonesia dan menjualnya di pasar mereka sendiri di Korea," tutur Grace Setyadharma, Direktur PT Hujanmas Florestika Kencana, salah satu perusahaan yang ikut berbisnis sansevieria.

Lantaran tingginya permintaan, harganya tentu saja ikut membubung. Lidah mertua biasanya dijual dalam pot plastik hitam kecil, dan harganya dihitung per helai daun. Satu pot sering cuma terdiri dari tiga hingga lima helai daun. Dua tahun silam harganya masih sekitar Rp 500 -Rp 700 per daun. Sekarang harganya sekitar Rp 1.500- Rp 4.000 per daun, tergantung jenis dan ketinggian daunnya.

Kalau tanaman Anda tergolong memiliki kelainan atau jenis yang langka, harganya bisa mencapai jutaan rupiah per pohon. "Kalau yang kelainan itu mahal, bisa 1.000 kali dari harga normal. Misal kuning semua, hijau semua, atau berkelok-kelok," ujar Lanny. Grace juga bilang begitu. Untuk sansevieria berbentuk mawar atau sansevieria trifasciata futura, harga per daunnya bisa mencapai US$ 30.

Tanaman sansevieria ini punya penggemar di berbagai masyarakat dunia, mulai dari Jepang, Taiwan, Korea, hingga di Eropa dan Amerika. Ada yang bilang, tanaman ini dapat menyerap polusi di sekitarnya, sehingga banyak orang yang meletakkannya di dalam rumah atau menanam di halaman. Ada juga yang percaya tanaman ini bisa dijadikan obat diabetes, wasir, hingga kanker ganas. Bahkan, sebagian masyarakat Korea percaya tanaman ini dapat menghilangkan berbagai radiasi, sehingga mereka memburunya hingga ke seantero jagat. Bangsa China pun percaya tanaman ini membawa keberuntungan bagi yang memeliharanya. Di Thailand, ekstrak sanseivieria kabarnya sudah dikembangkan menjadi obat kanker dengan harga mencapai Rp 700.000 per kapsul.

Lepas dari berbagai kepercayaan tersebut, belum ada riset ilmiah yang bisa membuktikannya. Satu yang pasti, sansevieria sangat mudah hidup di mana saja, di tempat yang banyak polusi udara yang membuat tanaman lain mati, di tempat yang miskin cahaya. Lidah mertua juga tak butuh banyak air. Dia cuma butuh 26 mililiter per tanaman per minggu. "Di ruangan, setengah bulan enggak disiram enggak soal. Makanya di luar negeri itu laku banget, karena bisa ditaruh di dalam ruangan dalam waktu lama," tandas Lanny.

Karena permintaan yang tinggi itulah dalam setahun Lanny mengekspor sansevieria lima kontainer masing-masing berisi 40.000 tanaman. Adapun harga jual per potnya dipatok US$ 2-US$ 3,50. Jadi, sekali kirim ia bisa menggenggam duit ratusan juta rupiah. Dalam setiap pameran flora pun nyaris setiap peserta menjual sansevieria dengan stok ratusan pot. Permintaan pasar dari luar negeri, menurut Grace, bahkan mencapai satu kontainer setiap minggu.

Tertarik mencicipi empuknya bisnis sansevieria? Gampang, kok. Coba saja menanamnya dulu. "Sansevieria ini mudah hidup di mana saja. Yang penting jangan di luar pagar, nanti diambil orang," kata Grace sambil tertawa lebar.

Hanya, patut diingat, permintaan dari luar negeri, terutama Eropa dan Amerika, juga ada siklusnya. Di musim dingin seperti sekarang biasanya permintaan turun dan baru naik lagi saat musim semi, lalu mencapai puncaknya di musim panas.
+++++

Satu Tanaman Bermacam Nama

Nama sansevieria mungkin masih asing terdengar di kuping masyarakat awam. Di Indonesia tanaman ini lebih dikenal dengan nama tanaman ular atau lidah mertua (mother-in-law's tongue).

Tanaman tropis ini memang memiliki banyak nama. Di antaranya century plant, lucky plant, snakeskin plant, good luck plant, dan african devil's. Setiap negara juga memiliki nama berbeda. Di Jerman, tanaman ini disebut bogenhanf, di Prancis chanvre d'arique, dan di China disebut pak lan, sweet mei lan, atau juga ylang ylang. Tanaman ini telah lama populer di China dan menjadi tanaman hias di dalam ruangan, bahkan sering ditempatkan di vihara-vihara. Pertumbuhan sansevieria yang simetris, menurut bangsa China, menunjukkan keserasian yang tergambar sebagaimana yin dan yang.
+++++

Rupa Ragam Lidah Mertua

Sansevieria memiliki banyak varian dengan harga berbeda-beda. Selain faktor jenis tanaman yang langka, tingginya harga si lidah mertua ini juga lantaran tren. Misalnya, tahun ini yang sedang tren adalah jenis sansevieria trifasciata lorentii, yaitu berwarna hijau dengan pinggiran kuning. Harga sansevieria jenis ini per daun setinggi 40 cm sekitar Rp 1.500, sehingga harga per tanaman yang terdiri dari tiga-empat daun adalah Rp 4.500-Rp 6.000.

Untuk tahun depan, menurut Grace Setyadharma, Direktur PT Hujanmas Florestika Kencana, salah satu pemain sansevieria, yang bakal tren adalah jenis sansevieria trifasciata futura. "Dia mirip dengan laurentii, tapi bentuknya seperti mawar," tutur Grace.

Sesungguhnya, ada ratusan rupa dan ragam sansevieria dengan daerah asal yang berbeda-beda, mulai dari negara-negara di Afrika Timur, Arab, India Timur, Asia Selatan, hingga beberapa pulau di Samudra Pasifik. Beberapa yang terkenal, menurut Lanny Lingga, petani tanaman hias di bawah bendera Seederama Trading dan Marlan Nursery, yang juga menulis buku soal sansevieria, adalah:

1. Sansevieria trifasciata
Jenis ini yang sering disebut sebagai tanaman ular. Ujung daun meruncing, tapi tidak berduri. Pada malam hari biasanya mengeluarkan aroma harum. Daunnya yang masih muda tumbuh tepat di tengah-tengah roset yang berdiri lempang ke atas. Awalnya, pertumbuhan tampak seperti lidi. Jenis trifasciata yang telah disilang menghasilkan varietas baru, antara lain:
~ Sansevieria trifasciata golden hahnii
Penampilan fisiknya hampir sama dengan hahnii. Bedanya ada pada warna daun yang hijau muda dengan kombinasi warna kuning emas, dan berbentuk pita pada bagian tepi daun.
~ Sansevieria trifasciata lorentii
Daunnya rata dan tumbuh tegak dengan tinggi 40 cm-100 cm. Pinggir daun berwarna kuning dan tampak tegas, sedang di bagian tengahnya ada warna kuning yang menyebar tidak beraturan. Jumlah daunnya bisa mencapai lebih dari 10 helai dan pertumbuhannya paling cepat dibandingkan jenis lainnya.

~ Sansevieria trifasciata bantel's sensation atau white sansevieria
Daunnya tumbuh merapat dan tegak lurus. Antarhelai daun saling bertumpuk simetris dengan warna dasar putih, bercorak hijau, dan tepi daun warna hijaunya lebih tegas. Pertumbuhannya paling lambat dibandingkan dengan jenis lain.
~ Sansevieria trifasciata futura
Ciri-cirinya mirip dengan lorentii, tapi daunnya lebih lebar dan lebih pendek. Corak dan warna daunnya juga lebih jelas. Selain itu, bentuknya menyerupai kelopak bunga mawar.

2. Sansevieria liberica
Boleh dibilang, jenis ini memiliki daun yang paling besar dan panjang. Tumbuh kokoh ke atas dan agak tebal. Jika diperhatikan warna daunnya, tampak kombinasi hijau-putih, namun warna putih lebih menonjol.

3. Sansevieria cylindrica
Sesuai dengan namanya, ia memiliki daun yang tumbuh memanjang ke atas dan berbentuk silinder. Daunnya kaku dan sangat tebal dengan warna hijau tua dengan alur-alur hitam keabu-abuan bercampur hijau muda.

Diambil Dari : www.daunbagus.com

Teknik Cacah Sansevieria

Selama 2 tahun, 4 pot Sansevieria kirkii 3-4 daun koleksi Iwan Hendrayanta di Permata Hijau, Jakarta Barat, bermetamorfosis jadi 400 tanaman baru.

Si lidah mertua tembaga itu dicacah-cacah daunnya membentuk persegi panjang sepanjang 5-7 cm. Lalu ditancap-tancapkan di media pasir hingga mengeluarkan anakan.

Kalau dibiarkan 'bereproduksi' alami paling hanya didapat 1-2 anakan per tahun. Maklum kirkii termasuk jenis yang lamban tumbuh. Makanya ketua Perhimpunan Florikultura Indonesia yang hobiis sansevieria itu mencoba memotong-motong daun kirkii. 'Setek' daun itu lantas dibenamkan di media pasir. Hasilnya dari 1 potong daun muncul 2-3 anakan sekaligus dalam hitungan bulan.

Cara serupa juga dicoba A. Gembong Kartiko, pekebun di Batu, Jawa Timur. Pemilik Sapta Plant & Pottery itu menyebut cara itu sebagai teknik potong tahu. 'Daunnya kan dipotong-potong seperti potongan tahu,' kata Gembong. Caranya, daun kirkii dewasa sepanjang minimal 15 cm dicacah menjadi 5 bagian. Artinya, setiap potong hanya sepanjang 3 cm. Namun, buat pemula pria berambut gondrong itu menyarankan ukuran lebih panjang supaya aman.

Gembong menyemai di media campuran sekam bakar dan pasir malang dengan perbandingan 1:3. Selama 2 minggu cacahan tidak perlu disiram. Memasuki minggu ke-3 baru siram menggunakan larutan mengandung hormon perangsang tumbuh. Sekitar 3-4 bulan kemudian, tunas baru bermunculan. Setelah 6 bulan pascapencacahan, anakan dengan 4 daun siap dijual.

Di Solo, Andy Solviano Fajar, mencoba teknik cacah pada jenis congo. Potongan daun berukuran 3,5 cm x 3,5 cm atau 5 cm x 5 cm ditanam di media pasir malang dan sekam bakar dengan perbandingan sama. Dalam 4 bulan didapat anakan baru.
Pabrik anakan

Keuntungan teknik cacah, anakan dihasilkan terus-menerus. 'Anakan hasil perbanyakan dengan cacah bisa langsung jadi indukan begitu daunnya dewasa,' kata Iwan. Penggemar encephalarthos itu menyebutnya perbanyakan dari daun ke daun. Karena setiap daun baru potensial jadi indukan untuk perbanyakan berikut, anakan pun seperti tak ada habis-habisnya.

Namun, tidak semua lidah mertua bisa diduplikasi dengan cara cacah daun. 'Sansevieria bermotif belang, terutama hijau kuning atau hijau putih, tidak bisa diperbanyak dengan memotong daun,' ujar Iwan. Risikonya, anakan yang dihasilkan berbeda dengan indukan. Bila tunas muncul dari bagian berwarna hijau, individu baru yang muncul juga hijau.

Risiko busuk lumayan besar, 50%. Penyebab utama, serangan cendawan dan bakteri lantaran pisau tidak steril, bagian luka tidak terlindung fungisida dan bakterisida, serta media terlalu lembap karena air siraman menggenang. Kendala lain, akar lambat tumbuh sehingga pertumbuhan anakan pun terhambat.

Untuk mempercepat akar tumbuh, Andy membungkus bagian bawah cacahan daun dengan tisu. Posisi cacahan tidak ditanam, tapi dibaringkan di atas media. Lalu disiram secara terus-menerus selama 1 bulan dengan larutan perangsang akar. Setelah akar keluar, baru ditanam di media campuran pasir malang dan sekam bakar. Jika ingin memacu tunas lebih cepat tumbuh dan bongsor, sungkup dengan plastik bening. Pertumbuhan daun baru 2 kali lebih bongsor dibanding tanpa sungkup

Diambil dari : www.Daunbagus.com